Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 14-01-2021
Orang Kecil di Balik Musibah SJ-182!
H. Bambang Eka Wijaya
ADA orang-orang kecil di balik musibah Sriwijaya Air SJ-182. Korban tiga warga Toto Makmur, Tulangbawang Barat, merupakan kuli bangunan yang berangkat mengadu nasib ke Pontianak. Juga ada nelayan bubu Pulau Laki yang melihat jatuhnya pesawat.
Cerita seorang nelayan bubu di tepi pantai Pulau Laki berteriak histeris melihat pesawat dengan kilatan api jatuh ke laut, menjadi berita pertama tentang lokasi jatuhnya pesawat. Kejadian itu dilaporkan warga nelayan ke orang kelurahan setempat yang kemudian melapor kepada Bupati Kepulauan Seribu Junaedi. Laporan sang bupati ini ke Jakarta yang dalam waktu tak terlalu lama dikutip media menjadi pemberitaan awal musibah.
Kisah nelayan histeris itu penting bagi penentuan titik lokasi jatuhnya pesawat, setidaknya membantu mempermudah tim SAR melakukan pencarian sehingga tak perlu waktu terlalu lama menemukannya.
Memang teknologi dewasa ini sudah canggih untuk kegiatan SAR, tapi pengalaman hilangnya pesawat Malaysia Airline MH-370 pada 8 Maret 2014, hingga kini belum ditemukan. Bahkan dalam pencarian MH-370 itu segala peranti ultra modern yang dimiliki dunia saat itu digunakan, namun jejak MH-370 tak terlacak juga.
Sayang, wartawan yang bertugas di lapangan terlalu asyik mengikuti tim SAR menemukan dan mengumpulkan serpihan pesawat dan korban, tak ada yang mencari nelayan bubu itu, menggali pengakamannya yang luar biasa dan bakal tak terlupakan seumur hidupnya.
Padahal, orang ini juga perlu perhatian baik menyangkut pemulihan psikologisnya dari situasi shock yang luar biasa itu, sekaligus juga perbaikan nasib kaumnya.
Sementara itu, tiga warga Tiyuh Toto Makmur, Kecamatan Batu Putih, Tulangbawang Barat, yang menjadi korban dalam musibah SJ-182, Sugiono Effendy (37), Yohanes (27), dan Pipit Piyono (25) adalah rombongan kuli bangunan yang berangkat menuju Pontianak untuk mengadu nasib.
Sugiono adalah kepala tukang yang selama ini telah bekerja di Kalimantan Barat. Ia pulang kampung untuk mencari tenaga kuli bangunan yang bisa bekerja bersamanya di rantau. Jadi ketiga korban bukan satu keluarga, tapi hanya teman sekampung.
Namun tak disangka, perjalanan mereka telah ditakdirkan menjadi musafir yang sedang ikhtiar mencari nafkah, sehingga insya Allah dimuliakan derajatnya sebagai syuhada bersama para korban musibah SJ-182.
Doa bangsa dengan rasa duka yang mendalam diiringi keikhlasan keluarga korban menghantar arwah mereka ke tempat terbaik di sisi-Nya. Aamiin. ***
0 komentar:
Posting Komentar