Artikel Halaman 12, Lampung Post Sabtu 14-08-2021
Mengakrabi Ketidakpastian, Siapa Bisa?
H. Bambang Eka Wijaya
SEJUMLAH seniman Boyolali, Jawa Tengah, memajang barang-barang alat berkesenian di pinggir jalan untuk dijual murah, berapa saja asal ada yang mau beli, untuk makan keluarga mereka, karena sudah dua tahun tak ada yang menanggap kesenian mereka, tak ada job.
Mereka yang mengaku tak sanggup lagi bertahan dalam ketidakpastian sumber penghidupan sehingga melakukan aksi jual murah barang kesenimanannya antars lain perekam video pernikahsn, perias pengantin, sampai dalang. Bahkan perekam video itu membanting kameranya karena tak laku dijual.
Aksi para seniman itu menunjukkan mereka tak mampu hiduio dalam keridakpastian, apa lagi mengakrabinya.
Lain hal pemerintah, setelah Mei dan awal Juni 2021 kurva pandemi Cobid-19 melandai di angka 5000, akhir Juni hadir varian Delta dari India. Meskipun pemerintah menerapkan PPKM Darurat mulai 3 Juli, pada 15 Juli 2021 penularan mencapai puncak, 56.757 kasus harian. Puncak angka kematian Covid-19 terjadi 27 Juli dengan 2.069 orang.
Sampai PPKM Darurat priode pertama berakhir 20 Juli, Covid-19 di Indonesia belum ada kepastian. Diperpanjang sampai 25 Juli, juga hasilnya belum ada kepastian. Lanjut dalam ketidakpastiian, 26 Juli sampai 2 Agustus.
Lalu diperpanjang lagi sampai 9 Agustus. Pada priode ini pemerintah membuat bayangan seolah sudah ada kepastian. Bertolak dari 6 Agustus angka kasus baru 39.532, pada 7 Agudyus menjadi 31.752 kasus, 8 Agustus menjadi 26.415 kasus, dan 9 Agustus menjadi 20.709 kasus.
Oleh pemerintah diperpanjang lagi hingga 16 Agustus. Tapi baru hari pertama perpanjangan, 10 Agustus, angka penularan baru melonjak lagi menjadi 32.081 kasus. Jumlah kematian yang pada 9 Agustus sudah jadi 1.745, pada 10 Agustus melonjak menjadi 2.048 jiwa.
Tampak pemerintah amat tangguh dalam mengakrabi ketidakpastian. Wisnu Nugroho, editor Kompas.com dalam news letternya terakhir menyebutkan, mengakrabi ketidakpastian menjadikannya menyenangkan adalah pergulatan seumur hidup.
Terbiasa dengan ketidakpastian dan berdamai dengannya adalah siasat untuk hidup lebih tenang. Ketenangan ini berpijak pada kesadaran bahwa banyak hal di luar kendali kita.
Ada arau tidak ada pandemi, setiap saat kita dihadapkan pada ketidakpastian. Pandemi menjadikan kita lebih sadar. Membuat ketidakpastian itu tampak dekat.
Tapi memang, rakyat masih perlu banyak belajar menyikapi segala ketidakpastian menjadi hal yang menyenangkan. Agar depresi massal seperti di Boyolali tak terjadi. ***
0 komentar:
Posting Komentar