"SELAIN lagu-lagu ciptaannya yang abadi, seperti Bengawan Solo, Tirtonadi, Sapu Tangan, apa lagi yang menarik dari Gesang, sang maestro?" tanya Umar, yang dijawab sendiri, "Kebersahajaannya! Ia bahkan sering merendah jika ada orang yang memujinya berlebihan, dengan menyatakan, 'Saya hanya pengarang lagu kampungan!"
"Justru sikap rendah hati itu yang membuat sang maestro kelahiran 1 Oktober 1917 itu sangat mengagumkan!" sambut Amir. "Tak mudah bagi orang selegendaris Gesang bisa bersikap rendah hati sekonsisten itu! Itu membuat keteladanan pribadi Gesang lebih kuat di tengah masyarakat yang cenderung semakin egois dan materialistik--didukung sarana komunikasi yang mempermudah orang untuk sok pamer kehebatan dirinya!"
"Kebersahajaan menjadi warisan Gesang yang bernilai amat tinggi!" timpal Umar.
"Terutama bagi warga biasa, untuk bisa merasa bahagia dengan pola hidup yang sangat sederhana! True happiness consist in desiring little--kebahagiaan sejati tercapai dengan keinginan terbatas! Keinginan bisa terkendali secara terbatas hanya jika mampu bersikap dan hidup bersahaja, tak terhanyut arus zaman yang menawarkan kebahagiaan palsu lewat nafsu serakah dan mencintai materi secara berlebihan!"
"Dengan begitu, semangat kebersahajaan Gesang sesungguhnya lebih tepat bagi kalangan elite, para pemimpin!" tegas Amir. "Kok bisa-bisanya para pemimpin selalu menganjurkan hidup sederhana, padahal hidup mereka sangat jauh dari sederhana! Mobil dinas dan mobil pribadinya yang amat mewah jauh dari cerminan mayoritas rakyatnya yang masih sengsara! Lebih fatal lagi persepsi mereka tentang keindahan, tak bisa dilepaskan dari harga barangnya yang mahal! Pemeo 'mahal itu indah' membuat diskriminatif cita rasa estetis di kalangan masyarakat! Juga bertentangan dengan prinsip kebersahajaan Gesang--lingkungan alam yang sebenarnya sederhana seperti Bengawan Solo dan Tirtonadi, diangkatnya dalam karya seni yang bercita rasa tinggi dan universal!"
"Karya Gesang yang bertolak dari kebersahajaan membantah pemeo 'mahal itu indah!" timpal Umar. "Sayang, kalangan elite hanyut dalam pemeo itu, bergelimang materi yang serbamahal, hingga tentang kebersahajaan hanya bisa bicara, tak kenal indahnya! Bagaimana elite sedemikian bisa mewujudkan indahnya hidup rakyat dalam kebersahajaan, bahagia dengan kondisi serbaterbatas? Sebaliknya Gesang, ia memberi keindahan dan kebahagiaan dalam kebersahajaan! Selamat jalan, Gesang!"
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Jumat, 21 Mei 2010
Gesang, Maestro yang Bersahaja!
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar