"Perpindahan banyak pabrik yang berakibat PHK massal itu melemahkan bargaining kaum buruh, membuat nasib dan kesejahteraan mereka lebih buruk, dan menyulutnya jadi beringas!" sambut Amir. "Sementara industrinya belum bisa lepas dari jerat pungli, imbas kepentingan penguasa untuk meraih dukungan suara buruh di pemilu dengan peraturan PHK buruh amat memberatkan pengusaha, membuat pengusaha semakin tak berdaya meningkatkan upah buruh!"
"Pokoknya, segala permasalahan yang tak teratasi dan terselesaikan oleh pemerintah itu secara simultan bersimpul pada nasib buruh yang kian buruk!" tegas Umar. "Maka itu, guna memperbaiki kesejahteraan buruh sesuai tuntutan pada Hari Buruh Sedunia 1 Mei lalu, diperlukan keberanian pemerintah mengurai satu per satu faktor yang jadi penyebab buruknya nasib buruh! Terutama, usaha melepaskan satu per satu belitan masalah terhadap industri, agar membuatnya lebih bisa bernapas dengan kelonggaran untuk memberi lebih besar porsi bagian buruh dalam proses industrial!"
"Untuk itu pemerintah perlu menyimak saksama hasil survei dan kajian lembaga-lembaga nasional dan internasional terkait sistem ekonomi, politik, dan birokrasi, termasuk yang berkesimpulan Indonesia negara terkorup di Asia-Pasifik!" timpal Amir. "Dalam setiap survei terdapat komponen-komponen yang mencerminkan keterpurukan! Jadi, perbaikan dilakukan pada komponen-komponen tersebut! Bukan malah menganggap hasil-hasil survei itu semata mendiskreditkan pemerintah--lalu direspons tak semestinya! Hasil survei yang memuji-muji saja yang direspons, meski terbukti semakin menjerumuskan!"
"Dari sisi buruh juga sering ironis, hasil survei yang realistis distigma neolib, padahal negara semakin terbenam dalam neolib sehingga jalan keluar neolib pula yang lebih cocok!" tukas Umar. "Gejala itu tambah kontras ketika pilihan jalan keluar yang ditonjolkan condong ke sosialis! Akibatnya nasib buruh kian terpuruk, terjepit di tengah benturan ideologis!"
0 komentar:
Posting Komentar