Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Reformasi Birokrasi tanpa Ukuran Jelas!


"MEI ini genap 12 tahun reformasi, ternyata faktor kuncinya di pemerintahan--reformasi birokrasi--ukuran proses sampai bentuk suksesnya seperti apa belum jelas!" ujar Umar. "Itu terungkap di sidang kabinet paripurna Rabu lalu. Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara E.E. Mangindaan, Presiden menginginkan apa ukuran keberhasilan dari program reformasi birokrasi yang dijalankan!" (Kompas, 14-5)

"Sebagai faktor kunci, reformasi birokrasi sangat menentukan ketepatan pelaksanaan fungsi semua jajaran birokrasi!" sambut Amir. "Akibat belum adanya ukuran ketepatan proses serta bentuk keberhasilannya itu, bisa disimak arti penegasan Presiden di sidang kabinet tersebut, 'Dari sekian banyak masalah yang kita hadapi ... yang paling pokok adalah reformasi birokrasi. Kalau dalam 4,5 tahun masa bakti Kabinet Indonesia Bersatu II ini kita benar-benar bisa meningkatkan efektivitas birokrasi kita, lebih dari separuh persoalan dapat kita atasi.' Artinya, jika reformasi birokrasi tak jalan, lebih separuh masalah pula yang tak beres!"


"Sedemikian strategisnya arti reformasi birokrasi! Lebih lagi saat mengelola anggaran negara Rp1.500 triliun setahun mulai tahun depan, dengan desentralisasi fiskal, lebih besar lagi anggaran mengalir ke daerah!" tegas Umar. "Untuk itu Presiden membentuk Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional, diketuai Wapres Boediono! Pokoknya, masalah ini prioritas nasional!"

"Tapi, kalau di tingkat nasional saja belum beres, bagaimana pula di daerah yang kebanjiran fiskal desentralisasi!" timpal Amir. "Dengan begitu jelas reformasi birokrasi bukan cuma urusan presiden, tapi juga tanggung jawab semua kepala daerah dan jajarannya! Sembari menunggu kriteria kinerja reformasi birokrasi yang disusun pusat, daerah juga harus kreatif, membuat tata kelola tepat sasaran dan efektif-efisien! Setidaknya lebih berhati-hati dalam banjir dana desentralisasi, jangan malah tenggelam atau hanyut!"

"Lebih baik lagi, kreatif membuat model kinerja terukur untuk skala daerah, sebab pusat masih mencari model untuk pusat!" tegas Umar. "Kalau ada model, seperti Kabupaten Lampung Tengah menghabisi defisit anggaran sekian ratus miliar dalam dua tahun, mungkin bisa menjadi contoh daerah lain! Yang diperlukan tinggal memolakan model itu dalam administrasi publik berbasis auditor, hingga lebih mudah dilaksanakan!"

"Membuat model memang lebih praktis berdasar pengalaman empiris yang sudah ada!" timpal Amir. "Reformasi birokrasi tak jelas juntrungnya karena modelnya tak ada yang berdasar empiris!"

0 komentar: