Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kepiting China dan Indonesia!


MAKAN siang di Shanghai, saat mau ke toilet Umar dan Amir nyasar ke dapur. Mereka temukan tiga bak berisi kepiting hidup, satu bak terbuka sedang dua bak ditutup jaring kawat. "Yang baknya tertutup kepiting China dan Jepang, sedang yang terbuka kepiting Indonesia!" jelas pelayan.

"Apa bedanya?" tanya Umar.

"Kepiting China dan Jepang kalau satu berusaha naik yang lain mendorong ke atas, disusul yang lain menopang dari bawah lagi, kalau tak ditutup semua kepiting keluar dari bak!" jelas pelayan. "Sedang kepiting Indonesia, kalau ada kepiting yang berusaha naik ditarik ke bawah oleh yang lain! Begitu terus! Jadi, meski bak tak ditutup, tak ada kepiting berhasil naik apalagi keluar bak!"

"Itu khas Indonesia!" timpal Amir. "Jika ada yang mau naik, ada saja yang menjegal, menarik, atau melorotnya! Ketika yang menarik atau melorot itu mau naik, gantian dapat perlakuan sama!"


"Kecenderungan kurang senang melihat orang lain naik dengan merasa dirinya yang lebih pantas naik, hingga jika ada yang mau naik tak didukung tapi mau menaikkan dirinya sendiri, terlihat dalam pilkada yang menampilkan pasangan calon lebih banyak dari sebelumnya!" tegas Amir. "Hal ini tidaklah semata buruk, karena memberi lebih banyak pilihan kepada pemilih! Tapi, seperti kepiting Indonesia di restoran Shanghai, peluang untuk berhasil naik menjadi semakin kecil bagi setiap pasangan--berbeda jika saling mendukung yang berada di posisi teratas (berdasar hasil survei)!"

"Lebih banyak pilihan yang tersedia merupakan kelebihan demokrasi di Indonesia dibanding China yang cuma punya satu partai atau Jepang, tidak lebih dari lima partai! Bahkan dalam pemilihan umum legislatif kita punya 38 partai, jadi 44 ditambah enam partai lokal Aceh!" timpal Umar. "Hal itu juga menunjukkan semakin tingginya rasa percaya diri di kalangan warga bangsa kita, sisa-sisa minderwardigheits complex (MC) warisan penjajah kian habis!"

"Asumsi demikian boleh-boleh saja! Tapi, seperti kepiting di bak terbuka, semangat kerja sama dalam masyarakat kita cenderung menurun!" tukas Amir. "Contohnya kerja sama dalam bentuk koordinasi--terutama antarlembaga pemerintah--sering buruk! Pedagang pasar merasakan hal itu. Mula-mula kutipan retribusi perpas (dari Dinas Pasar), retribusi sampah (dari Dinas Kebersihan), disusul uang keamanan (untuk penjaga malam), lalu uang keamanan--jaminan bebas gangguan preman!"

"Itu dia!" timpal Umar. "Kepiting di Shanghai bisa mencerminkan watak kita!"

0 komentar: