"USAI makan malam, pelesiran asyik di Shanghai naik kapal pesiar menyusuri Sungai Yangtze!" ujar Umar. Tapi di parkir dermaga, pemandu mengudak-udak agar jalan cepat memburu kapal trip terakhir. "Kok?"
"Karena pukul 10 malam kapalnya harus usai kerja, bersamaan bangunan seluruh kota mematikan lampu!" jawab pemandu. "Tradisi hemat energi!"
"Luar biasa!" entak Umar saat tepat jam 10 malam kota megapolitan dengan menara-menara pencakar langit bermandikan cahaya itu berubah menjadi tirai hitam bergaris-garis vertikal lampu tambang di siku tepi bangunan dengan kedua pucuk dipertemukan garis horizontal. Setiap gedung punya warna khas garis cahaya, biru, merah, hijau, kuning, cakrawala Shanghai di malam hari pun menjadi sketsa warna-warni yang justru lebih indah. "Berapa energi dihemat dengan tradisi ini?"
"Bisa 20 persen!" jawab pemandu. "Dari pukul 10 malam sampai pukul enam pagi, delapan jam, sebenarnya sepertiga waktu harian! Tapi karena air conditioner apartemen, lampu jalan, dan gaya hidup di tempat tertutup seperti klub, game, dan lainnya tetap aktif, mungkin 13 persen terpakai!"
"Kalau bisa hemat energi 20 persen, Indonesia bisa bebas subsidi listrik!" entak Umar. "Jadi, kalau mulai Juli nanti tarif dasar listrik (TDL) naik 10 persen--untuk pemakai 1.300--6.600 watt--jika belajar hemat 20 persen seperti Shanghai, tagihan bulanannya justru bisa lebih rendah!"
"Di Shanghai tarif listrik mahal, tak kenal subsidi, setiap orang penuh perhitungan memakainya!" jelas pemandu. "Jadi, tradisi hemat energi itu dinilai bijaksana!"
"Amat bijaksana pun!" tegas Umar. "Di Indonesia orangnya diminta mematikan lampu dua titik saja pada jam beban puncak, ogah! Akibatnya, jika ada gangguan pembangkit sedikit saja, krisis listrik tak terhindarkan! Apalagi melakukan padam total atas kesadaran sendiri dari pukul 10 malam!"
"Itu karena warga kalian merasa punya potensi energi alam yang berlimpah, 80 persen, dan baru digunakan 20 persen!" tukas pemandu. "Sedang kami, potensi energi alam cuma 30 persen telah digunakan untuk memenuhi 70 persen energi nasional, kesadaran berhematnya lebih tinggi!"
"Justru itu masalahnya!" timpal Umar. "Potensi energi alam negeri kami yang 80 persen itu baru digunakan 20 persen dari kebutuhan nasional! Sedang yang 80 persen menggunakan energi mahal, tapi warganya tak menyadari itu!"
"Kesadaran warga dibangun oleh strategi negara, pemerintah!" tegas pemandu. "Kalau strateginya ngawur, rakyatnya lebih awut-awutan lagi!"
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Selasa, 04 Mei 2010
TDL Naik, Belajar Hemat 20 Persen!
Label:
TDL
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar