"KESEIMBANGAN menurut Michael Polanyi, epistemolog, ada dua jenis--kiat naik sepeda (tak terukur), dan secara fisika (terukur) seperti bobot pengukur dan beban di dua penampang dacin!" ujar Umar. "Untuk mencapai kinerja terukur ala fisika itu lahir balanced scorecard, manajemen berbasis auditor yang menetapkan keseimbangan antara bobot setiap satuan kerja dan target (beban) yang harus dicapai! (Praktek model ini di PT BA Tarahan jadi tesis ujian terbuka program magister Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai bulan lalu). Pada manajemen pemerintahan, balanced scorecard diterapkan lewat penetapan bobot setiap satuan kerja dengan pemenuhan hak-hak rakyat sebagai target kinerja yang harus dicapai!"
"Dengan balanced scorecard praktek anggaran pemerintah bisa lebih adil karena pembobotan dilakukan dengan skala pelayanan satuan kerja!" sambut Amir. "Seperti anggaran pendidikan dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, PT, dan luar sekolah, jumlah yang dilayani lebih 30 persen dari populasi, relatif seimbang dengan bobot 20 persen anggaran! Tapi sektor pertanian pangan yang melayani 40 persen warga cuma dengan bobot anggaran dua persen, jelas tak seimbang! Akibatnya, pertanian sebagai sektor produktif malah jadi sarang kemiskinan!"
"Pada anggaran lebih mudah dilihat antara anggaran rutin--untuk jajaran pemerintah--dan anggaran pembangunan sebagai porsi rakyat!" timpal Umar. "Secara umum APBN dan APBD dewasa ini memberi 70 persen (bahkan lebih) untuk rutin, sedangkan porsi rakyat di bawah 30 persen! Dengan visi balanced scorecard tampak pemerintah telah memboboti dirinya jauh lebih besar dari target kinerja yang ditetapkannya sendiri!"
"Di era Orde Baru dua sisi dacin selalu seimbang, 50-50, meski cuma balanced semu! Semu, karena anggaran pembangunan (hak-hak rakyat) agar seimbang dengan bobot anggaran rutin ditutupi dengan pinjaman luar negeri!" tegas Amir. "Tapi terlihat, pemerintah Orde Baru memberi bobot dirinya relatif seimbang dengan target kinerjanya! Kini, sudah pun anggaran defisit, dacinnya jomplang ke bobot kepentingan kekuasaan!"
"Dalam balanced scorecard, hal sedemikian tegas disebut bad governance--tata kelola yang buruk!" timpal Umar. "Sedang dalam terminologi politik, pemerintah yang memboboti dirinya lebih besar dari kinerja yang dia tetapkan sendiri--meski hanya lebih berat sebiji sawi--sudah bisa disebut penguasa! Penguasa selalu berkonotasi tak adil karena lebih mengutamakan kepentingan dirinya ketimbang kepentingan rakyat!" ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Selasa, 11 Mei 2010
Keseimbangan Hak-Hak Rakyat dan Penguasa!
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar