Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Politik, Santun dan Bijaksana!


"PEKAN ini terjadi pergeseran kekuatan politik! Partai Golkar memetieskan kasus Century, sebagai respons atas pengunduran diri Sri Mulyani!" ujar Umar. "Alasannya, dukungan Golkar membongkar skandal Century sebagai aktualisasi perseteruan Ketua Umum Gokkar Aburizal Bakrie dengan Sri Mulyani terkait tunggakan pajak Group Bakrie! Dengan Sri Mulyani mundur, soal itu pun selesai!"

"Dua hal menarik dari sikap Golkar itu!" sambut Amir. "Pertama, sebagai partai pemenang Pemilu 2004, ternyata Golkar sekadar alat kepentingan pribadi ketuanya! Kedua, akibat hal pertama itu, perjuangan Golkar mengatasnamakan rakyat untuk mendapat kejelasan bailout Bank Century terkait dana Rp6,7 triliun sengaja dikandaskan! Kelanjutan proses politiknya untuk pernyataan pendapat DPR pun terhenti! PDIP, PKS, Gerindra, dan Hanura tak cukup suara untuk itu!"

"Begitulah realitas politik!" timpal Umar. "Di balik itu tercium, manuver Golkar juga untuk mendapat kursi menteri keuangan! Soal ini bisa dibuktikan pada sikap Golkar jika gagal meraih jabatan nanti, atau presiden tetap menagih tunggakan pajak! Bargaining Golkar untuk itu cukup kuat, jika Golkar kembali masuk koalisi berkuasa, dukungan pada pemerintah di DPR kembali solid!"


"Tapi realitas politik Golkar lebih mengutamakan kepentingan pribadi ketua dengan mengorbankan kepentingan rakyat itu, menyimpang dari akar kata politik yang mengacu sifat idealnya--santun dan bijaksana!" tegas Amir.

"Kata politik berakar pada polite--santun, dan policy--kebijaksanaan--dengan inti katanya bijaksana!" "Untuk kesantunan politik, partai-partai politik Indonesia gagal mengimplementasikannya di DPR, termasuk Partai Demokrat!" timpal Umar.

"Sedang untuk bijaksana, lewat praktek kebijaksanaan dalam berpolitik, bias pada kepentingan partai yang power oriented, ketimbang bijaksana, menurut logika, publik yang harus berorientasi kepentingan rakyat!"

"Dengan realitas politik sedemikian, kiprah partai-partai politik terlepas dari kepentingan rakyat, praktis rakyat tak punya representasi!" tegas Amir. "Kondisi demikian sudah terpikir Thomas Jefferson pada zamannya, hingga mendaulat pers--media massa-- sebagai pilar keempat negara demokrasi! Pers tak bisa meninggalkan kepentingan rakyat, karena menjalani pemilu lewat pasar (electoral market system) setiap hari! Jadi, nasib bangsa bertumpu pada kemampuan pers mengekspresikan kepentingan rakyat dalam menghadapi eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif, yang terlalu asyik bermain kekuasaan demi kepentingan sendiri!" ***

0 komentar: