Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Gejala Etatis Politisi Daerah!


"KATA Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, 4.000 Peraturan Daerah (Perda) sejak 2001 sampai 2009 yang dibuat dengan biaya Rp16 triliun dibatalkan Pemerintah Pusat karena melanggar hukum!" ujar Umar. "Kenapa politisi daerah di legislatif dan mitranya di eksekutif berulang-ulang membuat perda bermasalah seperti itu?"

"Mungkin karena politisi daerah mengidap etatis, pandangan yang beranggapan segalanya harus diatur negara!" jawab Amir. "Disebut mengidap, karena pandangan bisa membentuk sikap, dalam hal ini sikap etatis! Karena etatis mengharuskan segalanya diatur negara, pengidap etatis merasa punya kekuasaan mengatur segalanya pula! Sikap itulah produser perda bermasalah yang terus berulang!"

"Di mana letak etatisnya saat perda tentang biaya operasional DPRD Provinsi Lampung bermasalah dan dibatalkan Pusat?" tanya Umar.


"Terletak pada rasa berkuasa membuat aturan atas segalanya, ternyata di atas langit masih ada langit—di atas anggapan kekuasaannya tak terbatas itu ada kekuasaan Pusat yang berhak membatalkan perda buatan mereka!" jelas Amir. "Masalah merepotkan dalam gejala etatis yang berbentuk sikap tiran itu sebenarnya, tak adanya kepedulian pada prinsip-prinsip umum berbasis akal sehat--common sense! Itu karena etatis tak mengenal tabbayun—pertimbangan kritis akal sehat—bahkan sebaliknya menjadikan common sense sebagai lawan bersifat kontraideologis!"

"Pantas pada gugus-gugus kekuasaan yang etatis selalu mencolok penyikapan alergis pandangan berbasis akal sehat!" tukas Umar. "Gugus itu tak mau menggubris meski paket akal sehat publik itu disampaikan dengan suara menggelegar! Dalam hal ini bukan cuma politisi daerah, tetapi juga politisi Pusat, seperti terkait dengan studi banding atau pembangunan gedung baru DPR, sehingga tanggapan gugus kekuasaan mengesankan justru common sense yang tak bisa diterima!"

"Maka itu, obat untuk mengatasi gejala sikap etatis itu tak lain adalah tabbayun itu sendiri—yakni menghidupkan sikap kritis untuk melatih pertimbangan menilai dengan akal sehat!" timpal Amir. "Pertimbangan menilai mana yang benar dan baik untuk dipakai, sedang yang sampah dibuang! Dalam komunikasi politik mudah dikenali, jika masukannya sampah keluarnya juga sampah—garbage in, garbage out.!"

"Untuk itu, politisi daerah harus rajin tabbayun, selalu memperbarui pengetahuan dengan check dan recheck informasi!" tegas Umar. "Tanpa itu, jadi etatis tulen, pemamah biak sampah—berulang perda buatannya dibatalkan Pusat!" ***


0 komentar: