"ASEAN, termasuk Indonesia, setelah kalah telak dari China dalam pelaksanaan perdagangan bebas (ACFTA), pekan ini lewat ASEAN Summit melirik Uni Eropa untuk pasar produk ekspornya!" ujar Umar. "Bukankah Uni Eropa selain punya standar lebih tinggi kualitas komoditas untuk kawasannya, terutama dibanding pasar China, pasarnya juga lebih terbuka sehingga tingkat pesaing yang dihadapi jauh lebih berat?"
"Meski begitu, bagi Indonesia, Eropa justru pasar tradisional ekspornya sejak zaman VOC!" timpal Amir. "Tujuan ekspor perdana tembakau Deli (Sumatera Utara) medio abad 19 adalah Bremen, kota pelabuhan di Jerman, pusat perdagangan tembakau pembalut cerutu!"
"Berarti, meski persaingan jauh lebih tajam, pasar Eropa lebih menjanjikan bagi ASEAN, khususnya Indonesia, karena sudah punya pengalaman dan komoditasnya telah dikenal di kawasan tersebut!" tegas Umar. "Namun, di balik itu justru Uni Eropa yang kini mengalami krisis ekonomi terbatas mulai dari Yunani, Portugal—sampai PM-nya harus mundur—lalu Irlandia, dan masih merambat ke Islandia! Karena itu, dalam keinginan mencapai pasar lebih luas, kewaspadaan atas imbas negatif pengaruh dari luar harus tetap diutamakan!"
"Imbas negatif pengaruh dari Eropa itu berupa gaya hidup jetset di kalangan elite kita yang justru merupakan pilihan bebas!" timpal Amir. "Dari berbagai merk mobil kelas atas, sofa, tempat tidur, lampu kristal asal Eropa digandrungi, jauh dari realitas hidup mayoritas warga bangsanya yang menderita dan masih serba-kekurangan! Makin dikembangkan lagi hubungan dengan Uni Eropa, akan kian kuat pula imbas negatif terjadi!"
"Imbas seperti itu sukar dihindari!" tegas Umar. "Terpenting bagaimana peningkatan hubungan itu bisa meningkatkan ekspor produk kita guna meningkatkan kesempatan kerja! Dari peningkatan kesempatan kerja inilah kita harapkan maslahatnya bisa semakin nyata!"
"Lebih-lebih kesempatan kerja kreatif dengan peningkatan ekspor kerajinan rakyat, hasilnya sangat terasa dan langsung dinikmati rakyat!" timpal Amir. "Karena itu, bersamaan dengan peningkatan hubungan dagang itu, kita juga harus memperkuat kreativias produk-produk subsektor kerajinan rakyat! Produk-produk yang mengekspresikan keunikan berbasis budaya lokal bisa menjadi unggulan dalam persaingan global komoditas kreatif!"
"Merinding bulu romaku mendengar persaingan global komoditas kreatif!" entak Umar.
"Sekreatif apa kita sesungguhnya?" ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Jumat, 06 Mei 2011
Kalah dari China, Melirik Uni Eropa!
Langganan:
Posting Komentar
0 komentar:
Posting Komentar