"BURSA saham dunia akhir pekan ini rontok, mengawali gejala resesi dunia akibat krisis fiskal (keuangan negara) Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang terus meluas!" ujar Umar. "Awal 'badai jual' terjadi di Wall Street (AS), diikuti bursa Eropa! Indeks Dow Jones Kamis anjlok 512 poin (4,3%) menurunkan nilai pasarnya 1,9 triliun dolar AS dalam satu hari! IHSG terimbas, sesi I kemarin ditutup anjlok 212 poin (5,15%).
Di sesi II masih turun lebih 250 poin, ke level 3.866,712, meskipun akhirnya ditutup turun 200 poin (4,87%)." "Itu bagian dari kejatuhan bursa Asia, Hang Seng anjlok 5,28%, Nikkei 3,72%, dan Straits Times 4,045!" timpal Amir. "Menurut Detik Finance (5-8), perdagangan di BEJ Jumat mencapai transaksi 10,295 miliar lembar saham dengan nilai Rp9,934 triliun, dengan foreign net sell—ditransfer investornya ke luar negeri—senilai Rp1,232 triliun!" "Kalau dalam sehari saja eksesnya sedemikian signifikan di Wall Street maupun BEJ, gejolak bursa saham sejagat itu layak diwaspadai!" tegas Umar. "Jika kemerosotan tak bisa dihentikan, pengalaman 2008 dalam waktu singkat IHSG terpangkas dari 2.700-an tinggal 1.050!
Di balik realitas jatuhnya indeks saham itu, ekonomi nasional dan banyak perusahaan babak belur—ada yang hingga kini belum betul-betul pulih!" "Penting diperhatikan, gejolak baru ini terjadi justru setelah pemerintah AS lolos dari batasan jumlah utangnya!" timpal Amir. "Artinya, 'badai jual' yang melanda bursa saham itu hasil analisis relatif mendalam atas kondisi fiskal AS—dan Eropa di mana Italia dan Spanyol menyusul Yunani, Portugal, Irlandia, dan Islandia dalam kesulitan membayar utang negara! Meskipun pemerintah AS tak gagal bayar utang, kapasitasnya mendorong pertumbuhan berkurang! Pertumbuhan melambat, stimulan pengembangan korporasi juga berkurang! Dalam kondisi seperti itu, daya tarik pasar saham untuk investasi menurun!"
"Hal itu seharusnya hanya terjadi di AS dan Eropa, tempat krisis itu terjadi!" potong Umar. "Bahkan booming pasar saham Indonesia terakhir hingga dipuji ADB terbaik di Asia, diasumsikan terjadi karena kondisi ekonomi AS dan Eropa kurang baik, modal pemain saham mengalir ke Indonesia! Tapi kenapa saat terjadi lonjakan krisis di AS dan Eropa terakhir ini justru menghantam lebih telak IHSG (4,87%) dan Hang Seng—5,28%?" "Mungkin ada sesuatu di baliknya!" tukas Amir. "Modal yang menggelontor IHSG belakangan ini, misalnya, cuma cari tempat parkir sementara yang aman! Kalau terbukti tak seaman dugaan, longsornya bisa lebih cepat dari bursa lain!" ***
0 komentar:
Posting Komentar