"LAMBANG kejayaan dan keunggulan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang berkibar nyaris seabad, rating kredit AAA, oleh lembaga pemeringkat kredit Standard & Poor's (S&P) dipelorot menjadi AA+, Jumat lalu!" ujar Umar. "Keberanian luar biasa! Konsekuensi penurunan peringkat itu luas, dari peningkatan suku bunga obligasi Pemerintah AS sampai tumbangnya supremasi keamanan keuangan AS menjadi harus berhitung risiko!"
"Tuntutan tanggung jawab terhadap S&P atas penurunan rating kredit negara adi kuasa itu tak kepalang!" sambut Amir. "Di panel CNN, Jumat (6-8), Managing Director S&P John Chambers justru merujuk alasannya pada kondisi politik yang tak membangun kepercayaan AS bisa mencapai kesepakatan cara menurunkan defisit yang cukup signifikan! Sebab itu, S&P yakin dengan total utang 14,3 triliun dolar AS dan proyeksi defisit beberapa tahun ke depan, tak bisa lagi menjamin peringkat kredit AS terbaik dan teraman! Kembali ke politik, kesepakatan pemangkasan anggaran Republik dan Demokrat terlalu kecil dalam setiap tahap ke depan sehingga tak cukup memadai untuk membenahi masalah keuangan AS!"
"Kenapa orang yang bertanggung jawab atas rating kredit AS itu melatarbelakanginya dengan kondisi politik?" potong Umar. "Dan kenapa saat krisis 2008 yang lebih parah dengan imbas mendunia, peringkat kredit AS tidak turun?"
"Karena krisis yang sedang terjadi di AS sekarang berbeda dengan 2008!" jawab Amir. "Pada 2008 yang jeblok keuangan korporasi, sedang sekarang keuangan negara yang dikelola pemerintah! Saat korporasi didera krisis, ada pemerintah yang bisa menolongnya dengan bailout! Tapi saat krisis melanda keuangan pemerintah, pemerintah Partai Demokrat harus menyelamatkannya lewat anggaran, tapi anggaran ditangani bersama legislatif yang diungguli Partai Republik! Di situ risiko menghadang!"
"Dengan akar krisis ekonomi AS 2011 sedemikian, bisa dipahami hasil rapat kabinet akhir pekan, ekses krisis AS ke Indonesia relatif kecil dan kondisi ekonomi kita cukup baik untuk bertahan!" tegas Umar. "Meskipun demikian, tetap harus dilihat dengan kacamata S&P, kondisi politik Indonesia dewasa ini lebih rentan dari AS! Dari kasus Century yang masih seperti api dalam sekam, mafia pemilu bisa merontokkan legitimasi pemilu terakhir, sampai korupsi APBN di lingkaran partai-partai berkuasa, bisa mendorong krisis politik—yang mengimbas ekonomi! Jadi, harus diwaspadai ihwal mirip AS, bukan ekses luar, melainkan pembusukan di dalam!" ***
0 komentar:
Posting Komentar