"KALAU Presiden SBY mengirim surat ke Nazaruddin tersangka koruptor merespons besar mulutnya, Perdana Menteri India Manmohan Singh mengirim surat ke Anna Hazare aktivis antikorupsi karena tutup mulut—mogok makan yang Kamis (25-8) memasuki sembilan hari!" ujar Umar. "Hazare yang disebut-sebut reinkarnasi Gandhi dalam perjuangan tanpa kekerasan, melakukan mogok makan untuk menghentikan korupsi para pejabat yang telah mencuri kekayaan nasional!"
"Aksi Hazare bersama pendukungnya yang luas di seluruh negeri kali ini merupakan klimaks dari gelombang aksi sebelumnya, menuntut Undang-Undang Antikorupsi yang mengatur pembentukan badan antikorupsi independen berkewenangan menindak pejabat tinggi!" sambut Amir. "Tapi saat RUU antikorupsi dipresentasikan awal Agustus, isinya malah mengecualikan perdana menteri dan hakim senior! Hazare yang menggelar protes ditangkap bersama 2.600 pendukungnya! Dalam tahanan Hazare memulai mogok makan, menyebabkan ia dan para pendukungnya langsung dibebaskan! Namun, ia melanjutkan mogok makan di depan publik untuk selama dua minggu!"
"Menurut BBC (24-8), dalam surat ke Hazare, Singh menyatakan komitmennya untuk menyusun RUU Antikorupsi terbaik sesegera mungkin! Singh juga memerintahkan Menteri Keuangan Mukherjee berunding dengan aktivis!" tegas Umar. "Perdana menteri juga mengundang semua pemimpin partai untuk mencapai solusi memenuhi tuntutan para aktivis antikorupsi—yang selain ribuan di Ramlila, Delhi, tempat Hazare mogok makan, beribu-ribu lainnya ada di depan setiap rumah menteri, maupun depan gedung DPR daerahnya!"
"Pemerintah India dengan penduduk lebih satu miliar jiwa tetap peka kritik, setidaknya setelah memasuki aksi mogok makan hingga membuka dialog nasional mencari solusi terbaik!" timpal Amir. "Sedang di Indonesia, sudah imun dari kepekaan sejenis—tanpa kecuali pada aksi mogok makan seperti dilakukan korban lumpur Lapindo! Padahal, kalau dilihat dari pertumbuhan ekonomi India rata-rata di atas 8% setahun sepanjang dekade hingga masuk kelompok BRIC—Brasilia, Rusia, India, dan China—korupsi di India mungkin belum sefatal di Indonesia!"
"Justru karena sampai tingkat tertentu kritik dan koreksi ditanggapi serius, pertumbuhan India bisa lebih tinggi dan berkelanjutan!" tegas Umar. "Tapi juga tampak, di balik pertumbuhan tinggi—bahkan dengan hasil audit wajar tanpa pengecualian (WTP) sekalipun—tetap ada korupsi! Jadi, waspadalah terhadap korupsi!" ***
0 komentar:
Posting Komentar