"KTT G-20 di Meksiko sepakat membantu IMF—International Monetary Fund—kebutuhan dana mengatasi krisis Eropa dan Afrika sebesar 430 miliar dolat AS!" ujar Umar. "Indonesia sebagai anggota G-20 berpartisipasi sebesar 1 miliar dolar AS. Untuk itu, Bank Indonesia memakai cadangan devisa negara membeli surat berharga IMF senilai partisipasi tersebut! Jangan lihat nilai bantuan dibanding kebutuhan IMF, tapi prinsipnya, Indonesia sudah menjadi donor IMF! Keren, kan?"
"Luar biasa keren pun!" timpal Amir. "Tetapi dari New York, orang yang paling tahu tentang kocek dan kebutuhan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, selaku direktur pelaksana Bank Dunia, buru-buru terbang ke Jakarta mengisi kembali kocek negara asalnya sebanyak 2 miliar dolar dana kontingensi—untuk jaga-jaga—bantuan Bank Dunia! Jadi bisa dikatakan, telah terjadi bantuan silang IMF-Bank Dunia!"
"Di luar dana kontingensi itu, Sri Mulyani juga menawarkan bantuan Bank Dunia untuk perbaikan infrastruktur—jalan, jembatan, pelabuhan, dan sebagainya!" sambut Umar. "Tawaran itu disambut Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang memang amat membutuhkan! Dana Rp161 triliun dari APBN 2012 untuk perbaikan infrastruktur jauh dari memadai! Akibatnya, jalan yang seharusnya mendapat perbaikan total—seperti by pass Bandar Lampung—hanya ditutup lubangnya asal rata untuk mudik!"
"Tapi apakah keuangan negara kita dengan APBN 2012 sebesar Rp1.439 triliun tergolong tak berdaya, sehingga tak mampu memperbaiki infrastruktur yang di luar Jawa umumnya rusak parah?" tukas Amir.
"Itu kenyataannya!" tegas Umar. "Tapi kalau dilihat dari kemajuan ekonomi masyarakat bangsa yang telah mampu menyumbang pajak lebih 1.000 triliun rupiah, sebenarnya bukan keuangan negara yang lemah, tapi pengelola keuangan negara yang tidak becus!
Masalahnya, semua orang yang punya ototitas mengelola uang negara, dari pusat sampai daerah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, tidak fokus pada prioritas kebutuhan nyata! Tapi, menghambur uang negara untuk hal-hal yang lebih terkait dengan kepentingan dan kepuasan diri dan kelompok elitisnya semata! Akibatnya, imbal pelayanan pada warga pembayar pajak yang telah mereka nikmati itu pun terlupa, hingga ketika kerusakannya telah sangat parah, mereka berharap bantuan Bank Dunia buat menambalnya!" "Sri Mulyani paham mengenai kenyataan itu maupun utak-atik di baliknya, sehingga ia berusaha datang tepat waktu!" timpal Amir. "Lewat tawaran bantuan Bank Dunia itu, ia sadarkan bahwa kita masih merupakan negara serbakekurangan, jadi jangan tergesa busung dada sebagai negara donor IMF—padahal nasib malang jutaan warga miskin di negeri sendiri tak tertangani!"* inShare Tweet
Masalahnya, semua orang yang punya ototitas mengelola uang negara, dari pusat sampai daerah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, tidak fokus pada prioritas kebutuhan nyata! Tapi, menghambur uang negara untuk hal-hal yang lebih terkait dengan kepentingan dan kepuasan diri dan kelompok elitisnya semata! Akibatnya, imbal pelayanan pada warga pembayar pajak yang telah mereka nikmati itu pun terlupa, hingga ketika kerusakannya telah sangat parah, mereka berharap bantuan Bank Dunia buat menambalnya!" "Sri Mulyani paham mengenai kenyataan itu maupun utak-atik di baliknya, sehingga ia berusaha datang tepat waktu!" timpal Amir. "Lewat tawaran bantuan Bank Dunia itu, ia sadarkan bahwa kita masih merupakan negara serbakekurangan, jadi jangan tergesa busung dada sebagai negara donor IMF—padahal nasib malang jutaan warga miskin di negeri sendiri tak tertangani!"* inShare Tweet
0 komentar:
Posting Komentar