"EKSPOR Lampung Mei 2012 sebesar 256 juta dolar AS, naik 21,3 juta dolar AS (9,06%) dibanding ekspor April 234,7 juta dolar AS!" ujar Umar. "Tapi menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, dibanding periode sama tahun lalu sebesar 321,4 juta dolar AS, ekspor Lampung sebenarnya turun signifikan—20,35%!"
"Artinya secara umum ekspor Lampung turun!" timpal Amir. "Tapi itu sejajar dengan ekspor nasional yang bahkan dalam dua bulan berturut—April-Mei 2012—mengalami defisit neraca perdagangan (lebih besar impor dari ekspor) sesuai laporan BPS Pusat Senin lalu! Besarnya defisit Mei 485,9 juta dolar AS (inilah.com, 3-7), hampir dua kali lipat ekspor Lampung!"
"Meski untuk skala nasional besarnya defisit itu tak mengkhawatirkan, melihat penyebab terjadinya akibat terimbas defisit negara-negara tujuan ekspor yang menurun permintaannya sebagai ekses krisis ekonomi Eropa, tak boleh tidak harus diwaspadai juga!" tegas Umar. "Kewaspadaan itu terutama terkait kenaikan impor yang justru mengimbangi booming perekonomian kelas menengah dan atas yang lebih menikmati hasil pertumbuhan ekonomi yang tak merata ke lapisan bawah! Kelas menengah ke atas itu menghamburkan devisa untuk pola hidupnya yang mewah—lantai, lampu, dan perabot rumahnya saja serbaimpor, belum lagi berlian dan mobilnya yang kelas atas!"
"Tapi itulah realitas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didukung konsumsi, dengan nilai tinggi konsumsinya produk impor dari buah dan pangan sampai aksesoris yang menyilaukan mata!" timpal Amir.
"Buah-buahan, begitu keluar gang di tepi jalan warga dengan mudah menemukan pajangan buah impor, malah buah lokal nyaris tak terlihat! Pangan, warga kita makin terbiasa makan roti, mi, dan makan olahan dari gandum yang diimpor! Bahkan untuk makanan tradisional kita tahu-tempe, kedelainya impor! Malah celaka 13, garam yang tersedia di pasar 98% eks impor dari Australia dan India!" "Artinya, negara kita mungkin menjadi negara paling maju dalam mempraktekkan neoliberalisme perdagangan dunia, sehingga beras sebagai makanan pokok bangsa pun kini menjadikan Indonesia sebagai pengimpor beras terbesar di dunia!" tegas Umar. "Dengan demikian, kewaspadaan kita terhadap defisit neraca perdagangan yang bisa menjadi laten itu perlu diatasi dengan tekad mengatasi kendala produksi komoditas yang tak selayaknya kita impor—garam, kedelai, beras, dan sebagainya! Setidaknya untuk tingkat Lampung, selain memproyeksi tanam kedelai dan memperbaiki ladang garam di pantai timur, bagaimana agar ekspor daerahnya tidak naik hanya dari bulan lalu, tapi juga dari periode sama tahun lalu!" *** inShare
"Buah-buahan, begitu keluar gang di tepi jalan warga dengan mudah menemukan pajangan buah impor, malah buah lokal nyaris tak terlihat! Pangan, warga kita makin terbiasa makan roti, mi, dan makan olahan dari gandum yang diimpor! Bahkan untuk makanan tradisional kita tahu-tempe, kedelainya impor! Malah celaka 13, garam yang tersedia di pasar 98% eks impor dari Australia dan India!" "Artinya, negara kita mungkin menjadi negara paling maju dalam mempraktekkan neoliberalisme perdagangan dunia, sehingga beras sebagai makanan pokok bangsa pun kini menjadikan Indonesia sebagai pengimpor beras terbesar di dunia!" tegas Umar. "Dengan demikian, kewaspadaan kita terhadap defisit neraca perdagangan yang bisa menjadi laten itu perlu diatasi dengan tekad mengatasi kendala produksi komoditas yang tak selayaknya kita impor—garam, kedelai, beras, dan sebagainya! Setidaknya untuk tingkat Lampung, selain memproyeksi tanam kedelai dan memperbaiki ladang garam di pantai timur, bagaimana agar ekspor daerahnya tidak naik hanya dari bulan lalu, tapi juga dari periode sama tahun lalu!" *** inShare
0 komentar:
Posting Komentar