"PENANTANG dari Solo, Joko Widodo, berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari Belitung, unggul sementara dalam penghitungan cepat Pemilihan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta dengan meraih suara 42,2%, disusul pasangan petahana Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli mendapat 33,8%!" ujar Umar. "Hasil itu jelas mengejutkan, karena berbagai survei mencatat keunggulan petahana di atas 50%! Selain itu, dalam berbagai dialog di televisi menjelang pilgub banyak panelis merendahkan Jokowi dengan pertanyaan yang meremehkan kapasitas Jokowi untuk menangani besarnya Kota Jakarta dibanding Solo!"
"Hasil itu menunjukkan keakraban dengan rakyat diperkuat pendekatan yang rendah hati dan sederhana, cukup memikat pemilih!" timpal Amir. "Semboyan kampanye bersih, jujur, merakyat, ternyata juga dipercaya para pemilih, dianggap dekat dengan realitas hidup Jokowi dan Ahok!"
"Tampak dari hasil pemilihan itu, cukup besar jumlah rakyat Jakarta mendambakan pemimpin lemah lembut kepada rakyat jelata, seperti yang telah dibuktikan Jokowi di Solo!" tegas Umar.
"Untuk memindahkan pedagang dari sebuah pasar, Jokowi bukan menggusur! Tapi, membangun penampungan di lokasi yang relatif seramai pasar sebelumnya! Lantas para pedagang diundang makan malam bersama, diberi penjelasan cukup masalahnya, para pedagang pun kemudian dengan senang hati pindah sendiri ke lokasi usahanya yang baru!"
"Itu bisa menjadi peringatan bagi tokoh-tokoh yang menjual wajahnya yang sangar dan bengis kepada rakyat, diselubungi istilah 'tegas' untuk gemar menggusur dan menggilas rakyat jelata!" timpal Amir. "Apalagi kalau kesangaran wajah itu dipajang dengan etalase banyak uang, Pilgub DKI membuktikan banyaknya uang saja tak lagi menentukan dalam peraihan kekuasaan! Artinya, sedang terjadi perubahan dalam masyarakat!"
"Tapi perubahan itu mungkin baru berlaku di Jakarta! Di daerah masih perlu proses!" tukas Umar. "Meski demikian, fenomena baru itu membuat tak mudah bagi petahana jika mengandalkan kelebihannya dalam hal itu buat revans di putaran kedua! Terpenting barangkali justru menelusuri ulang putaran pertama dan mencari kesalahan yang dibuat tim suksesnya hingga berakibat diungguli penantang dari luar kota!" "Salah satu kesalahan fatal petahana menampilkan pada kampanye perdana tokoh partai pengusungnya yang sedang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi!" entak Amir. "Rakyat Jakarta sudah kritis, sebagian besar berkobar semangat antikorupsinya! Karena itu, kalau petahana selama menunggu coblosan putaran kedua bisa melakukan manuver yang membuat pemilih lupa pada kesalahan kampanye perdana itu, mungkin petahana bisa revans!" ***
"Tapi perubahan itu mungkin baru berlaku di Jakarta! Di daerah masih perlu proses!" tukas Umar. "Meski demikian, fenomena baru itu membuat tak mudah bagi petahana jika mengandalkan kelebihannya dalam hal itu buat revans di putaran kedua! Terpenting barangkali justru menelusuri ulang putaran pertama dan mencari kesalahan yang dibuat tim suksesnya hingga berakibat diungguli penantang dari luar kota!" "Salah satu kesalahan fatal petahana menampilkan pada kampanye perdana tokoh partai pengusungnya yang sedang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi!" entak Amir. "Rakyat Jakarta sudah kritis, sebagian besar berkobar semangat antikorupsinya! Karena itu, kalau petahana selama menunggu coblosan putaran kedua bisa melakukan manuver yang membuat pemilih lupa pada kesalahan kampanye perdana itu, mungkin petahana bisa revans!" ***
0 komentar:
Posting Komentar