Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kecolongan Provokator!

"BISA diduga kuat, kerusuhan di Kalianda Senin terakhir terjadi akibat kecolongan hadirnya provokator yang tak terdeteksi, termasuk massa liar biang pengacau yang dibawanya!" ujar Umar. "Dugaan itu didasari asumsi, acara di lapangan Raden Intan hari itu sakral dan mulia—istigasah menyambut Ramadan dan menyambung silaturahmi antara Bupati dan pimpinan lembaga adat se-Lampung Selatan dan elemen masyarakat yang sebelumnya retak akibat kerusuhan Kalianda Maret lalu!" "Asumsi demikian amat logis, karena menurut akal sehat tak mungkin ada orang waras mau mengacaukan acara yang sakral itu!" timpal Amir. "Hanya orang gelap mata—akibat ideologi maupun bayaran—orang nekat untuk mengacaukan acara tersebut! Dan dengan demikian pula bisa ditebak, kelompok pengacau itu bukan bagian dari lembaga adat dan elemen warga yang baru mencairkan kembali silaturahmi mereka dengan Bupati!" 

"Dari situ tampak dari kelompok mana kemungkinan provokator dan massa pengacau berasal!" tegas Umar. "Pertama secara ideologis, bisa jadi ada kelompok yang tidak senang lembaga adat atau elemen warga tertentu baik secara bersama maupun terpisah berangkulan dengan Bupati! Kedua, kelompok bayaran dari pemodal yang tidak suka pada salah satu atau keduanya berangkulan dengan Bupati, atau malah lebih jauh lagi, pemodal yang memang ingin membuat keonaran untuk merusak citra kepemimpinan Bupati, sekaligus mengesankan Sang Bupati tak disukai oleh rakyatnya!" "Kelompok dari jenis motif yang mana pun perusuh itu harus diusut tuntas oleh polisi sampai ada yang dituntut tanggung jawab atas perbuatannya merusak fasilitas kantor pemerintah!" timpal Amir. "Kalau berulang-ulang kerusuhan terjadi dengan perusakan dan bakar-bakaran atas harta benda rakyat maupun pemerintah tak satu pun tersangka yang harus bertanggung jawab ditindak sesuai ketentuan hukum, berarti polisi gagal menjalankan fungsinya sebagai pelindung masyarakat!"

 "Kalau harta benda milik pemerintah yang berarti milik negara saja tak bisa dilindungi polisi, apalagi milik rakyat!" tukas Umar. "Lebih buruk lagi akibatnya! Jika setiap kali melakukan perusakan dan pembakaran tak ada yang dituntut untuk bertanggung jawab menurut hukum atas perbuatannya, perbuatan serupa akan berulang-ulang dan terus meluas!" "Celakanya kalau polisi tak tuntas menjalankan tugasnya dimulai dari tidak menangkap pelaku anarki itu dengan alasan pelakunya massa, maka tak bisa dihindari massa pun segera menjadi monster—seperti yang menggejala di Lampung!" tukas Amir. "Gejala itu bisa memburuk jika polisi selalu gagal menjalankan fungsinya melindungi masyarakat!" ***

0 komentar: