"AKSI pengusaha tahu-tempe mogok produksi di kota-kota besar sejak Rabu menuntut pemerintah mengambil alih tata niaga kedelai agar harganya turun, justru menyingkap realitas pemerintah tak berdaya mengatasi krisis kedelai!" ujar Umar. "Soalnya, pemerintah tak punya cukup stok kedelai! Pemenuhan kebutuhan bahan untuk santapan kegemaran mayoritas warga bangsa ini secara nasional bahkan tergantung pada impor!"
"Memang! Menurut data Litbang Kompas (25-7) produksi nasional kedelai tahun lalu hanya 720 ribu ton, sedang impornya 1,95 juta ton!" timpal Amir. "Dengan begitu pemerintah tak bisa berbuat banyak, kecuali silat lidah beretorika menutupi kelemahan rezimnya yang tak berusaha untuk mencapai swasembada kedelai! Akibatnya, agar tak kehilangan muka lebih jauh, dijanjikan menghapus sementara bea masuk kedelai sebesar 5%—kalau harga kedelai menurut data Litbang Kompas Rp8.758/kg, berarti harganya nanti turun jadi Rp8.320/kg!"
"Harga baru yang tak berarti signifikan mengatasi kesulitan banyak perajin tahu-tempe yang bahkan bangkrut!" tegas Umar. "Itu membuktikan keteledoran rezim akibat keenakan menikmati fee impor maupun bea masuk kedelai harus diakhiri! Program nasional swasembada kedelai harus dibuat, sebab kalau bisa memproduksi 720 ribu ton, tidak mustahil untuk ditingkatkan jadi 3 juta ton dalam 10 tahun ke depan!"
"Keranjingan (mengharap fee) impor rezim ini memang keterlaluan sehingga waktu panen lokal berlimpah pun tetap dipaksakan impor beras!" tukas Amir. "Keranjingan impor itu bahkan mematikan daya produksi dalam negeri, seperti terjadi pada garam yang tahun lalu 95% dari kebutuhan nasional 3 juta ton garam per tahun dipenuhi dari impor asal India dan Australia!
Pelumpuhan produksi lokal itu juga terjadi lewat pematokan harga garam lokal yang rendah, di bawah Rp300/kg, padahal garam India di atas Rp500/kg dan garam Australia bisa Rp800/kg!" "Mengenaskan memang!" timpal Umar. "Tanpa kecuali perjuangan pengusaha tahu-tempe kali ini, yang hasilnya tidak optimal karena sekadar sebagai justifikasi untuk menaikkan harga tahu dan tempe! Jauh lebih mengenaskan lagi ketakberdayaan pemerintah mengatasi krisis kedelai, apalagi menuntaskan masalahnya! Lagi-lagi kalau krisis ini cuma berujung di retorika, semakin hari justru akan semakin besar peran impornya seperti pada garam—tanpa peduli ada BUMN PN Garam yang malah lebih mapan jadi penonton impor!" ***
Pelumpuhan produksi lokal itu juga terjadi lewat pematokan harga garam lokal yang rendah, di bawah Rp300/kg, padahal garam India di atas Rp500/kg dan garam Australia bisa Rp800/kg!" "Mengenaskan memang!" timpal Umar. "Tanpa kecuali perjuangan pengusaha tahu-tempe kali ini, yang hasilnya tidak optimal karena sekadar sebagai justifikasi untuk menaikkan harga tahu dan tempe! Jauh lebih mengenaskan lagi ketakberdayaan pemerintah mengatasi krisis kedelai, apalagi menuntaskan masalahnya! Lagi-lagi kalau krisis ini cuma berujung di retorika, semakin hari justru akan semakin besar peran impornya seperti pada garam—tanpa peduli ada BUMN PN Garam yang malah lebih mapan jadi penonton impor!" ***
0 komentar:
Posting Komentar