Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Angkot, ‘Simbiosa Mutualistis’!

"PARA pemilik dan pengemudi angkutan kota (angkot) dengan bus mini, memohon pada Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung agar diberi hak sama sebagai warga negara!" ujar Umar. "Hak sama itu dengan sesama angkutan umum yang diistimewakan Pemkot! Angkot cuma dijadikan pelayan (feeder) bagi angkutan jenis lain itu!" 

"Pemkot itu paduan eksekutif dan legislatif yang membuat peraturan daerah (perda) untuk mengistimewakan BRT (bus rapid transit) bagi angkutan umum kota!" sambut Amir. "BRT itu meniru bus way di Jakarta, tapi fasilitasnya tak sebaik bus way! Tujuannya mengurangi jumlah angkutan umum di jalanan kota yang semakin macet dijubeli angkot! Demi keistimewaan BRT itu, layanan bus BUMN, DAMRI, dihentikan!"

"Jadi, demi tujuan yang baik itu, mengurangi kemacetan, hak istimewa berlebihan diberikan pada salah satu pihak, yang merugikan pihak lain!" tukas Umar. "Itu produk cara berpikir para pemimpin kota di negeri kita, termasuk Jakarta, masih berpikir homogen, mengatasi masalah dengan cara dan sarana tunggal!" "Itu cara berpikir orang kampung yang di kampungnya hidup homogen!" timpal Amir. 

"Padahal, kota terbentuk oleh berkumpulnya beraneka ragam orang dan kepentingan—heterogen! Mereka harus hidup bersama, dengan hak-hak sama saling menghidupi—simbiosa mutualistis! Hak yang sama, bukan yang satu dijadikan pelayan bagi yang lain!" 

"Tapi nyatanya, solusi masalah perkotaan selalu dibuat dengan pilihan homogen, cara berpikir kampungan!" tukas Umar. "Ini disadari Jokowi sejak memimpin Solo sehingga sebagai penguasa ia berjuang memberikan hak-hak sama pada semua pihak, utamanya kaum lemah seperti pedagang kaki lima! 

Model itu diterima secara nasional hingga ia terpilih jadi gubernur Jakarta! Di Jakarta, ia melihat solusi homogen itu pada bus way,-maka ke depan selain angkot versi Jakarta (Metro Mini dan Kopaja) diremajakan, nantinya juga diberi hak masuk jalur dan fasilitas bus way!" 

"Tampak bagi politisi kota, eksekutif maupun legislatif, tak pada tempatnya lagi membuat solusi homogen, apalagi berlebihan!" timpal Amir. "Ciri utama kota heterogen, jadi buatlah solusi simbiosa mutualistis—ciptakan hidup bersama dengan hak sama dan setara agar rukun saling menghidupi!" ***

0 komentar: