“KALA banyak orang ge-er, merasa Indonesia pantas masuk akronim BRIC (Brasil, Rusia, India, China) menjadi BRIIC—‘I’ keduanya Indonesia, ternyata Summit BRIC kelima 26—27 Maret lalu justru menambah huruf ‘S’ menjadi BRICS, dengan ‘S’ untuk South Africa!” ujar Umar. “Itu memang kejutan, kolumnis Carroll Borget saja heran, BRIC yang representasi 45% penduduk dunia menggandeng Afrika Selatan yang hanya setara provinsi kelima di China!”
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaik kedua dunia setelah China, terbukti tak memikat organisasi elite ekonomi dunia itu mengajak Indonesia bergabung!” timpal Amir. “Dibanding Afrika Selatan yang mampu menyelenggarakan Piala Dunia sepak bola maupun aneka cabang olahraga (rugbi, kriket, dan lain-lain) serta final Ratu Sejagat, popularitas kemampuan ekonomi Indonesia memang tak ada apa-apanya! Malah dibanding dengan Malaysia dan Singapura yang punya arena balap F-1 seri kejuaraan dunia, Indonesia sepertinya tak punya apa-apa!”
“Indonesia sebenarnya dianugerahi wilayah seluas Benua Eropa, terletak strategis di garis katulistiwa pula, penduduknya 240 juta jiwa terbesar ke empat dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat!” tegas Umar. “Tapi karena pemimpinnya tak becus mengelola negara, semua keunggulan yang dianugerahkan itu, baik luas wilayah maupun besarnya jumlah penduduk, malah menjadi beban berat!”
“Indonesia sudah merdeka sejak 1945, sedang Afrika Selatan baru merdeka dari kekuasaan aparteid 1994—ketika Mandela terpilih jadi presiden!” timpal Amir. “Tapi dengan orientasi kepentingan nasional yang lebih baik dalam pengelolaan pertambangannya, ekonomi Afrika Selatan bisa tampak lebih elegan di pentas dunia ketimbang Indonesia! Artinya, Indonesia harus tak malu untuk belajar membenahi orientasi kepentingan nasional dalam bidang pertambangannya, mungkin seperti yang dilakukan Hugo Chavez di Venezuela, melakukan renegosiasi bagi hasil dengan semua perusahaan asing yang telah menguasai mayoritas lahan tambang negerinya!”
“Alasan BRIC menjadi BRICS bukan BRIIC bisa dipahami—baik dalam popularitas maupun kemampuan bangsanya mengelola sumber kekayaan alam negerinya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat!” tegas Umar. “Indonesia baru bisa menulis itu di konstitusinya!” ***
0 komentar:
Posting Komentar