Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Tempe Kedelai Lokal Pahit!

"BERDASAR pengalaman, pengusaha tahu-tempe Bandar Lampung menyatakan, kedelai lokal kalau dibuat tempe rasanya pahit! Juga lebih cepat busuk dibanding kedelai impor!" ujar Umar. "Kedelai lokal bagus dibuat tahu, tapi ketersediaannya tidak cukup!" "Pokoknya, ada masalah dengan kedelai lokal!" timpal Amir. 

"Dari fisiknya pengusaha tahu-tempe mudah membedakan kedelai lokal dan impor! Kedelai impor lebih besar dari lokal!" "Itu karena aslinya kedelai tanaman subtropis!" tukas Umar. "Di negeri habitatnya, semisal di Jepang yang ditanam di sela-sela pabrik, buah di pohonnya terlihat gendut-gendut! Di supermarket dijual kedelai rebus hijau diikat sama gagangnya seperti dekeman di Jawa, ditarok di lemari pendingin! Kalau di luar cepat berlendir, jadi seperti kedelai lokal bisa pahit dan cepat busuk setelah direbus untuk dibuat tempe!"

"Faktor habitat aslinya itu membuat petani kita kurang maksimal panen kedelainya, hingga banyak beralih ke tanaman lain! Akibatnya, pasar domestik dikuasai kedelai impor!" timpal Amir. "Termasuk bibit kedelai di pasar bebas, kebanyakan produk impor yang belum tentu cocok jika langsung ditanam di lahan tropis!"

"Maka itu, kalau secara ambisius pemerintah tahun ini memperluas tanaman kedelai 400 ribu hektare, diharapkan bibitnya sudah lewat proses 'pengindonesiaan', bukan bibit impor dari negeri subtropis!" tegas Umar. "Selain itu, seperti tanaman hortikultura subtropis lain (sayur gunung dan bunga) yang dikembangkan Belanda di negeri kita, lahan buat kedelai lebih baik di daerah berhawa sejuk! Maksudnya, jangan karena pemerintah terlalu berambisi, petani dijadikan kelinci percobaan!" 

"Belum lagi soal jaminan harga produksinya!" timpal Amir. "Harga terakhir kedelai impor Rp7.600/kg, kalau dibanding dengan tanaman lain semisal beras Rp7.000/kg, nilainya dari hasil panen per hektare masih jauh lebih untung bertanam padi—karena padi bisa dapat 6 ton atau lebih per hektare, sedang kedelai untuk 4 ton per hektare saja masih sulit!" 

"Maka itu, kalau harga pokok petani (HPP) kedelai lokal disetarakan kedelai impor, petani kita kalah telak karena harga kedelai impor itu padat subsidi terselubung dari pemerintah negerinya!" tegas Umar. "Kalau HPP kedelai lokal disesuaikan nilainya dengan panenan per hektare produk pertanian lain—padi, sawit—harganya jadi lebih mahal dari kedelai impor! Belum jadi tempe pun, sudah pahit!" ***

0 komentar: