"BUMI gonjang-ganjing, langit kelap-kelap!" Umar menirukan Ki Dalang Suluk—melantunkan pembuka cerita—tentang ketidaknyamanan singgasana. "Penonton tak tahu persis seperti apa kegoyahan singgasana akibat digoyang sekelompok elite, kecuali lukisan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), penguasa di singgasana itu—berdasar laporan intelijen!"
"Jadi gonjang-ganjing yang episentrumnya di kisaran Anas Urbaningrum terkait kunjungan sejumlah elite politik itu realitasnya berupa laporan intelijen yang analisisnya berujung kesimpulan getaran gonjang-ganjing tersebut bisa menggoyang singgasana!" timpal Amir.
"Esensi keterangan pers Presiden SBY di Halim, Minggu (3-3), itu laporan intelijen yang lazim seperti permainan catur, dilengkapi analisis beberapa langkah ke depan! Jadi, elite simpati ke Anas, diproyeksi intel kalau melangkah ke depan, ke kiri, ke kanan, atau diagonal dan seterusnya, berakibat singgasana goyang!"
"Tapi, semua itu kan cuma dalam analisis!" entak Umar. "Realitasnya para elite itu cuma datang bersilaturahmi, berempati, bersimpati ke rumah Anas! Menyedihkan sekali, sejumlah orang bersilaturahmi ditafsirkan, bahkan dituding, melakukan gerakan yang mengancam singgasana—hujan tidak angin pun tidak, juga gempa tidak, diekspos lewat temu pers ada gonjang-ganjing politik!"
"Disimak dengan akal sehat membesar-besarkan ancaman terhadap singgasana berdasar analisis intelijen kalau elite melangkah 10 langkah ke depan, terkesan cengeng!" tukas Amir. "Tapi kalau disimak dari sisi intelijen, justru menjadi keharusan menangkal setiap ancaman sejak ancaman itu bisa dibayangkan dalam proses analisis—kalau begini atau kalau begitu!"
"Tapi menyedihkan ketika negara dikelola dengan prakiraan yang penuh kekhawatiran kalau begini dan kalau begitu, karena akhirnya menjadi 'negeri kalau-kalau'!" timpal Umar. "Negeri kalau-kalau dicekam kecemasan penguasa terhadap hal yang cuma ada dalam analisis penyulut kecemasan itu sendiri, suatu kecemasan yang jauh dari akal sehat maupun kemungkinannya untuk terjadi!" "Meski bukan mustahil, hal itu dilontar ke publik sebagai kompensasi bagi terpuruknya elektabilitas partai penguasa akibat ulah Anas dan elite dekatnya!" tukas Amir. "Jadi, elite dekat Anas dijadikan kambing hitam!" ***
"Tapi menyedihkan ketika negara dikelola dengan prakiraan yang penuh kekhawatiran kalau begini dan kalau begitu, karena akhirnya menjadi 'negeri kalau-kalau'!" timpal Umar. "Negeri kalau-kalau dicekam kecemasan penguasa terhadap hal yang cuma ada dalam analisis penyulut kecemasan itu sendiri, suatu kecemasan yang jauh dari akal sehat maupun kemungkinannya untuk terjadi!" "Meski bukan mustahil, hal itu dilontar ke publik sebagai kompensasi bagi terpuruknya elektabilitas partai penguasa akibat ulah Anas dan elite dekatnya!" tukas Amir. "Jadi, elite dekat Anas dijadikan kambing hitam!" ***
0 komentar:
Posting Komentar