"FORMULIR calon anggota legislatif (caleg) yang kakek bawakan hari itu sudah kau isi dan kembalikan ke partainya?" tanya Kakek. "Maksud Kakek, daripada kau nganggur, kan lebih baik nyaleg saja! Berusaha mengadu nasib, siapa tahu justru di bidang politik takdirmu!"
"Waktu aku mengembalikan formulir ditagih 500 kartu tanda penduduk (KTP) pendukung pencalonanku!" jawab Cucu. "Kucari fotokopi KTP untuk itu, tiap orang yang kutemui ketawa terpingkal saat kujawab aku butuhkan itu buat kelengkapan nyaleg! Mereka menganggap lucu aku mau jadi anggota legislatif!"
"Kenapa dianggap lucu?" kejar Kakek.
"Tak tahu! Karena begitu orang yang kuminta dukungannya terpingkal, langsung kutinggal pergi!" jawab Cucu. "Mungkin karena menurut mereka aku jujur, tak suka berbohong, kurang cocok jadi anggota legislatif!"
"Justru orang-orang berwatak seperti itu yang dibutuhkan lembaga legislatif kita agar bisa benar-benar mewakili kepentingan rakyat!" tegas Kakek. "Paling tidak bisa membuat keseimbangan antara memenuhi kepentingan rakyat dan kepentingan partai dan pribadi, tidak lebih menonjolkan kepentingan partai dan pribadinya semata seperti selama ini!"
"Itu menurut Kakek!" timpal Cucu.
"Sedang menurut mereka, orang seperti itu mungkin terlalu lugu, cuma bisa bicara apa adanya! Padahal anggota legislatif dalam persepsi mereka harus pintar retorika, mengemas dusta dengan janji-janji dan harapan palsu!"
"Berarti mereka justru mengambil kenyataan, das sein, sebagai watak standar!" tukas Kakek. "Padahal yang harus diwujudkan watak ideal, das sollen! Orang-orang berpotensi memiliki watak ideal itulah yang harus dicari partai-partai politik dalam rekrutmen calon anggota legislatif yang harus selesai 9 April!"
"Bagaimana bisa dapat caleg berwatak ideal begitu, seleksinya cuma lewat wawancara, menyimak track record lewat curiculum vitae (CV), uji kompetensi tanpa standar profesi tertentu, tanpa psikotes pula!" timpal Cucu.
"Belum lagi subjektivitas hubungan pengurus partai yang menyeleksi dengan kader yang diseleksi! Dengan semua itu kakek boleh berharap, tapi kenyataan tidak selalu seindah impian! Apalagi ikut saran kakek, daripada nganggur lebih baik nyaleg, caleg baru tak lebih buruk dari yang lalu sudah syukur!" ***
0 komentar:
Posting Komentar