“DALAM penggalian dana lewat pajak, sering terjadi kontroversi kebijakan antara pusat dan daerah!” ujar Umar. “Contohnya, Pemerintah Pusat selalu berusaha meringankan wajib pajak, semisal menaikkan batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari sebelumnya Rp15,8 juta per tahun mulai 1 Januari 2013 jadi Rp24,3 juta per tahun, saat sama pemerintah daerah Bandar Lampung justru menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) 300%!”
“Dalam kontroversi itu ratusan peraturan daerah (perda) dari seantero negeri dibatalkan pusat!” timpal Amir. “Alasan pembatalan, dari melanggar peraturan lebih tinggi, mengada-ada, memberatkan rakyat, sampai tak wajar!”
“Kebanyakan pemerintah daerah membuat perda atau tarif pajak tak proporsional akibat besarnya kebutuhan belanja daerah, padahal sumber pendapatan asli daerah (PAD) terbatas!” tegas Umar. “Seperti di Bandar Lampung, perbaikan jalan lengkap dengan pelebaran dan drainase, membangun jalan layang, jelas butuh dana banyak yang untuk sementara diperoleh dari pinjaman!
Tapi pinjaman kan harus dibayar, maka itu pemda menilai wajar menaikkan PBB 300%!” “Kayaknya pembangunan jalan itu dilakukan merapel periode sebelumnya!” tukas Amir. “Jika untuk menutup biayanya kenaikan PBB juga dirapel lima tahun sekali genjot, jelas warga yang harus memikul bebannya bisa keberatan! Terutama, karena pendapatan warga belum tentu naik sebanding kenaikan PBB!”
“Lagi pula, meski lazim anggaran dari semua sumber dihimpun di satu keranjang, hingga tak bisa dipastikan dana dari pajak kendaraan bermotor hanya untuk membangun jalan, kalau tak diproyeksikan dana dari mana untuk apa, anggaran bisa kacau!” timpal Umar.
“Seperti sebelumnya, dana pajak kendaraan habis untuk studi banding eksekutif dan legislatif, kendaraan yang bayar pajak pun cuma dilayani dengan jalanan yang hancur!” “Karena itu, kurang fair kalau dari PBB untuk menutupi utang membangun jalan!” tegas Amir.
“Di Jepang, jalan-jalan sampai perdesaan bagus karena sejak 1970-an dibangun dari pajak BBM! Sumbernya ada relevansi dengan pemakaiannya sehingga proporsional! Jadi tak proporsional menaikkan PBB sampai 300% untuk menutupi kebutuhan yang tak ada relevansinya—sebagai imbal layanan publik—pada sumber dananya!” ***
0 komentar:
Posting Komentar