Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kementan, Juru Rekomen Impor!

"HARGA bawang merah di Bandar Lampung akhir pekan lalu Rp45 ribu/kg, diikuti harga bawang putih yang tak jauh beda!" ujar Umar. "Ternyata harga itu relatif rendah dibandingkan di Jember Rp90 ribu/kg dan bawang putih Rp85 ribu/kg, (running text Metro TV, 11-3). Harga bawang menggila mengikuti harga daging sapi yang akhir pekan lalu (juga berita Metro TV) di Palangkaraya mencapai Rp120 ribu/kg!" "Semua itu terjadi seiring dengan perubahan fungsi Kementerian Pertanian (Kementan) dari pengatur peningkatan produksi pertanian menjadi de facto sebagai juru rekomen(dasi) izin impor hasil pertanian dan peternakan!" timpal Amir. 

"Setelah bagi-bagi kuota impor daging sapi yang meningkatkan harganya di pasar dalam negeri dari Rp40 ribu/kg menjadi Rp90 ribu/kg, terakhir Kementan menerbitkan rekomendasi impor 160 ribu ton bawang putih dan 60 ribu ton bawang merah, yang juga diikuti kenaikan harga bawang dari biasanya Rp15 ribu/kg menjadi Rp90 ribu di Jember!"

"Bagaimana mekanisme pasar bisa merespons begitu cepat dengan kenaikan harga yang spektakuler bagi keuntungan importir itu, jawabannya ditemukan pada pernyataan Bob Budiman, wakil ketua Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia (Gisimindo), setelah ada pengalaman membuat kartel harga daging sapi sejak diberlakukannya pembatasan impor, kini ditiru dengan kartel harga bawang!" tegas Umar. 

"Soalnya, dari rekomendasi impor yang dikeluarkan Kementan 160 ribu ton bawang putih dan 60 ribu ton bawang merah kepada 131 perusahaan impor, lebih separuhnya jatuh ke hanya 21 perusahaan—yang bisa dengan mudah bersepakat mengatur harga di pasar!" 

"Apalagi kalau dalam proses persetujuan impor di Kementerian Perdagangan tersaring lagi menjadi lebih kecil jumlah perusahaan yang bisa merealisasikan impornya, seperti dari rekomendasi Kementan 160 ribu ton bawang putih yang direalisasikan Kemendag cuma 29.136 ton atau hanya 18,21%!" tukas Amir. 

"Jelas, semakin besar peluang kartelisasi harga barang impor hasil pertanian-peternakan! Akibatnya, semakin banyak pengeluaran rakyat yang sia-sia diperas berbagai kartel yang hadir berkat ketidakbecusan birokrasi pemerintahan, atau bahkan bisa jadi kerja sama birokrasi dan pengusaha yang menjelma jadi kartel! Dasar malang nasib rakyat, jatuh ke tangan penguasa licik pemeras rakyat!"

0 komentar: