"KELOMPOK bersenjata penyerang ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta (DIY), dinilai Komnas HAM ditutup-tutupi!" ujar Umar. "Kesan demikian dirasakan banyak pihak yang mendesak agar pelakunya segera diungkap! Tapi, meski peristiwanya terjadi Sabtu (23-3) dini hari, sampai hari ini belum bisa dipastikan siapa kelompok yang membunuh empat tahanan Polda DIY itu!"
"Kesan ditutup-tutupi itu juga timbul menurut akal sehat karena kelompok itu masuk dan tahu barak tempat tahanan yang mereka cari setelah menganiaya sejumlah sipir!" timpal Amir. "Artinya, ada sejumlah sipir yang bisa menggambarkan profil kelompok penyerang, membantu identifikasi pelakunya! Dengan itu, seyogianya pelakunya bisa cepat dikenali!"
"Mungkin proses itu sudah selesai dilakukan polisi, bahkan pelakunya sebenarnya telah diketahui!" tegas Umar. "Tapi karena ada hal-hal tertentu yang masih menjadi pertimbangan polisi, identitas itu sementara disimpan dulu! Mungkin perlu dikondisikan dulu sehingga momennya tepat saat dibuka ke publik!"
"Logika berdasar kemampuan umum polisi dewasa ini yang bisa cepat mengidentifikasi pelaku kejahatan itu juga dasar bagi kesan Komnas HAM tadi!" timpal Amir.
"Penyebab perlunya pengondisian untuk menyingkap itu ke publik tentu bisa terkait banyak hal, di antaranya adanya pernyataan prematur dari pejabat tertentu yang ternyata bertentangan dengan petunjuk yang polisi peroleh! Untuk itu, perlu dicari bukti-bukti kuat terkait pelakunya, hingga bukti itulah nanti yang bicara—andai berbeda dari pernyataan prematur pejabat!"
"Tampaknya usaha menutup-nutupi pelaku dari hasil identifikasi awal itu malah bisa dipahami!" tukas Umar. "Karena identifikasi tersebut mengarah ke kelompok tertentu, padahal pejabat yang bicara prematur memastikan penyerang bukan dari kelompok tertentu tersebut, tak mustahil sang pejabat bisa marah! Akibat kemarahannya tak bisa ditebak, jangan-jangan lebih serius pula!"
"Jadi, polisi bekerja ekstrahati-hati dalam menangani kasus penyerangan ke LP Cebongan untuk menjaga agar kemungkinan lebih buruk tak terjadi di DIY!" timpal Amir.
"Sayangnya, kehati-hatian itu hadir setelah nasi menjadi bubur—bukan sejak awal menangani kasus terbunuhnya seorang anggota Kopassus!" ***
0 komentar:
Posting Komentar