Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Bangsa Jongos di Rumah Sendiri!

"KITA ini, maaf saya katakan, jadi bangsa jongos di rumah sendiri. Tak ada kemandirian, kurang berkeadilan, ekonomi kita hancur-hancuran!" Umar mengutip pidato Amien Rais pada acara PAN di JCC, Jakarta, Jumat. (23-8) "Semua itu bukan karena konstitusi, tegas Amien, tetapi people behind constitution!" (DetikNews, 24-8). 

"Pidato Amien selaku ketua MPP PAN itu jelas menyengat Ketua Umum PAN Hatta Rajasa yang Menko Perekonomian, termasuk people behind constitution!" timpal Amir. "Maka itu, ketika gilirannya pidato, Hatta menegaskan kondisi ekonomi Indonesia tumbuh dengan baik!"

"Begitulah!" sambut Umar. "Kata Hatta, 15 tahun berlalu sejak reformasi kita gulirkan, tak jujur kalau reformasi gagal, sama dengan tak jujurnya reformasi tak membawa kemajuan! Banyak kemajuan, tetapi banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan!" 

"Kontroversi Amien—Hatta itu ditengahi Wakil Ketua Umum PAN Dradjat Wibowo!" tukas Amir. "Kata dia, Amien dan Hatta bicara mobil yang sama, tetapi putaran rodanya tak sama. Putaran roda depan amat cepat hingga jaraknya makin jauh dari roda belakang yang berputar lambat! 

Jarak itu berupa ketimpangan pendapatan yang terus melebar, dari Gini ratio 0,32—0,36 era Megawati menjadi 0,41 di era SBY!" "Metafora Dradjat kurang tepat karena sukar dibayangkan mobil bisa molor memanjang mengikuti ketimpangan sosial!" timpal Umar. 

"Lebih tepat digambarkan elite penikmat pertumbuhan ekonomi di depan naik mobil mewah tahun terakhir, sedangkan di belakang rakyat jelata naik gerobak sapi! Makin cepat elite penikmat pertumbuhan melaju, makin jauh rakyat tertinggal hingga tak terlihat!" 

"Kondisi elite di depan itulah yang dipuji asing sebagai kemajuan Indonesia! Sementara rakyat jelata yang tertinggal dengan penderitaannya di belakang—bangsa jongos di rumah sendiri—tak terlihat!" tegas Amir. 

"Karena tak terlihat, kalau elite bicara tentang 28,07 juta warga di bawah garis kemiskinan (angka BPS Maret 2013) nadanya enteng, seolah nasib kaum miskin itu sepele! Padahal, kalau warga miskin itu dibariskan satu meter seorang, setiap 1.000 orang jadi 1 km, dengan jarak Sabang—Merauke 5.236 km, jadi lima baris lebih!"

0 komentar: