"DIBANDING pertumbuhan ekonomi Indonesia 2012 sebesar 6,23 persen, pertumbuhan pada triwulan I 2013 lebih lambat pada 6,02 persen, maka pada triwulan II (April—Juni) jadi semakin lambat lagi, 5,81 persen!" ujar Umar. "Badan Pusat Statistik, Jumat (2-8) melaporkan, hal itu terjadi karena turunnya konsumsi domestik, investasi, dan ekspor." (WSJ Indonesia, 5-8)
"Pelambatan pertumbuhan itu dibarengi penguatan inflasi sehingga mengancam memperlemah lebih jauh konsumsi rumah tangga sebagai andalan pertumbuhan ekonomi nasional dengan sumbangannya kepada produk domestik bruto (PDB) lebih dari 50 persen!" timpal Amir.
"Pelemahan lebih jauh konsumsi rumah tangga itu terjadi, bahkan lebih buruk dengan merosotnya daya beli rakyat secara umum akibat kenaikan harga BBM pada medio Juni 2013, hingga inflasi Juli mencapai 3,29 persen! Artinya, kalau pelemahan triwulan II sudah lebih buruk dari triwulan 1, maka pada triwulan III bisa jauh lebih buruk lagi!"
"Pelemahan pertumbuhan itu akan semakin lebih buruk lagi karena investasi juga merosot signifikan dengan peningkatan suku bunga bank terkatrol oleh kenaikan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 0,75 persen dalam dua bulan terakhir—yang justru sebagai antisipasi atas kenaikan harga BBM!" tegas Umar.
"Diiringi penurunan ekspor yang bahkan mengalami defisit neraca berjalan akibat gejala maniak impor—bukan lagi barang modal, bahan baku dan life style support dari elektronik ke mobil, tapi juga komoditas yang semestinya peluang lapangan kerja dari garam, beras, gula, kedelai, buah dan sayuran, sampai daging sapi!"
"Jadi pelemahan pertumbuhan itu sekaligus penyingkap pembangunan nasional terbukti kedodoran dengan impor aneka kebutuhan dasar rakyat!" tukas Amir. "Sedih melihat negeri tropis berpantai terpanjang ini 90 persen kebutuhan garamnya diimpor dari India dan Australia yang justru negeri subtropis!"
"Menyadari realitas ekonomi nasional yang memburuk itu dengan bijaksana Presiden SBY Sabtu (3-8) mengimbau para pengusaha untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja!" timpal Umar. "Agar tak menyinggung perasaan elite negeri yang merumuskan kebijakan ekonomi nasional ia tegaskan, realitas buruk yang merundung ini terjadi akibat krisis global yang berlanjut!" ***
0 komentar:
Posting Komentar