Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kekuasaan MK Jadi Absolut!


"SETELAH mengesampingkan semua kritik yang menyebut tak etis Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili sendiri uji materi UU terkait lembaganya, MK membatalkan seluruh isi UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua UU Mahkamah Konstitusi!" ujar Umar. 

"MK lalu memutuskan UU Nomor 24 Tahun 2003 berlaku kembali!" "Dengan putusan MK itu, substansi UU Nomor 4/2014 menyangkut persyaratan calon hakim konstitusi, dan pembentukan panel ahli serta Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) tidak berlaku lagi!" timpal Amir.

"Terhapusnya MKHK sekaligus menjadikan MK sebuah kekuasaan absolut, tidak ada satu pun badan baik eksternal maupun internal yang melakukan kontrol terhadap sepak terjang, baik para hakim konstitusi maupun lembaganya—satu-satunya lembaga yang tak kenal check and balance di negara demokrasi!" 

"Tapi mereka kan cuma kembali ke UU 24/2003, yang berarti kondisi serupa pernah terjadi di negeri ini!" tegas Umar. "Kalau dalam pelaksanaan UU itu MK bisa menjadi kekuasaan absolut, yang salah bukan para hakim konstitusi! 

Melainkan pemerintah dan politikus di parlemen yang membuat UU tersebut, yang ternyata 'bocor halus', bisa membuat kekuasaan MK dan hakim konstitusi tak kenal kontrol! Hingga, pada 2006 dengan kekuasaan absolut yang diberikan oleh para pembuat UU No. 24/2003 itu, MK membatalkan fungsi pengawasan Komisi Yudisial (KY) terhadap MK!" 

"Tapi yang menyedihkan sekali alasan pembatalan UU yang diangkat dari perppu tersebut!" tukas Amir. "Yakni, MK menilai pembentukan perppu yang kemudian jadi UU itu tak memenuhi syarat kegentingan yang memaksa. 

Meskipun kegentingan yang memaksa menjadi subjektivitas Presiden, menurut MK, subjektivitas itu harus memiliki dasar objektivitas yang sesuai dengan syarat konstitusi!" "Padahal, perppu itu lahir akibat Ketua MK waktu itu, Akil Mochtar, ditangkap KPK terlibat kasus korupsi menyalahgunakan kekuasaannya di MK!" timpal Amir. 

"Penilaian bahwa korupsi ketua MK bukan kegentingan memaksa sesuai objektivitas syarat konstitusi, hingga seolah-olah konstitusi tidak antikorupsi, jelas memprihatinkan!" "Namun, meski segala kontrol formal berhasil dielakkan MK, jangan kira tak ada kontrol yang justru selalu efektif! Yakni kontrol pers!" kata Umar. "Kontrol pers, sebagian besar cukup lewat pemberitaan sehari-hari, mampu membentuk kesan publik tentang baik-buruknya MK!"

0 komentar: