"DIRJEN Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyatakan telah terjadi missmatch antara produksi dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM), produksi terus menurun sedang konsumsi terus meningkat!" ujar Umar.
"Dalam seminar di Jakarta Kamis (13/2) ia mengatakan produksi 2013 sebesar 860 ribu barel per hari, 2014 jadi 804 ribu barel per hari! Sedang konsumsi 2014 diperkirakan mencapai 49 juta kiloliter, menguras subsidi sebesar Rp350 triliun!" (Kompas.com, 13/2) "Lebih memprihatinkan lagi, satu dekade ini tak ada ditemukan sumur baru!" timpal Amir.
"Terakhir ditemukan Blok Cepu, yang baru mulai berproduksi sekarang, 15 tahun kemudian! Maka itu, wajar kalau di forum itu Askolani mencemaskan bagaimana 20—30 tahun ke depan! Kalau laju penurunan produksi seperti sekarang, kurang dari 20 tahun produksi BBM kita sudah habis!"
"Usaha mencari energi alternatif harus diprioritaskan, terutama energi baru terbarukan (EBT) yang paling aman dan murah biaya operasionalnya seperti panas bumi!" tegas Umar. "Selain itu, energi matahari yang setiap hektare ladang kaca menghasilkan 1 mw, dengan membuka kesempatan pada swasta untuk menggarapnya dengan menjual listrik murahnya ke PLN! Untuk itu, sampai 50 tahun ke depan mungkin jangan gegabah membangun PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir)!
Jepang saja yang disiplin tinggi PLTN Fukushima bocor, apalagi kita yang dengan pembangkit tradisional saja sebentar-sebentar rusak dan giliran padam, pakai PLTN bisa menjadi bencana Bhopal kedua!
Apalagi Indonesia cincin api, rawan gempa, dan letusan gunung!" "Dengan mengandalkan EBT, 30 tahun ke depan mobil sudah tak pakai BBM lagi, tapi cukup pakai listrik!" timpal Amir. "Secara teknologi menuju era itu Indonesia sangat diuntungkan, seperti kata banyak pakar di televisi, dalam riset dan penggarapan teknologi mobil listrik kita berangkat pada garis start yang sama dengan negara-negara maju!"
"Tapi sebelum sampai ke era energi baru itu, APBN lebih dulu terkuras semakin dalam untuk subsidi BBM!" tegas Umar. "Memang perlu usaha yang sistematis untuk mengatasi kebuntuan soal subsidi, yang terus membengkak tak kepalang besar itu! Sudah banyak dicoba kebijakan tapi hasilnya tak memuaskan!
Terakhir mobil dipasangi radio kontrol pengendali pengisian BBM, tapi karena penambahan jumlah mobil tak terkendali—lebih-lebih dengan mobil murah terakhir—subsidi BBM malah membengkak lebih pesat! Hanya pemerintahan yang berani tidak populer, dengan menghentikan subsidi BBM, yang mampu membawa negara bebas dari jerat subsidi BBM yang kian mencekik itu!" ***
0 komentar:
Posting Komentar