"PADA akhir acara Mata Najwa di Metro TV baru-baru ini, Megawati Soekarnoputri terdiam saat ditanya apa impian mata hatinya. Beberapa saat kemudian dengan suara dalam dari lubuk hatinya dan mata berkaca-kaca ia menjawab, ‘Indonesia raya!’" ujar Umar.
"Yudi Latief membaca gagasan Indonesia raya yang dimaksud Megawati itu dari era Kebangkitan Nasional sampai realitas masa kini yang ditutup dengan nyanyian Ibu Pertiwi sedang bersusah hati melihat kehancuran alam negerinya, tapi hasilnya tak sebanding dalam mengatasi penderitaan rakyatnya!" (Kompas.com, 11/2)
Bicara tentang Indonesia raya, menyangkut konsep dasar atau desain awal perjuangan kemerdekaan bangsa!" timpal Amir. "Dan intinya seperti dalam lagu kebangsaan yang pertama dikumandangkan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928: bangunlah jiwanya, bangunlah badannya! Kenyataannya, sampai hari ini indeks pembangunan manusia Indonesia masih berada di peringkat 120-an dari 187 negara yang diperingkat PBB!
Sebagai negara terbesar keempat dunia (penduduknya) dengan kekayaan alamnya yang melimpah sejak dulunya, peringkat itu belum mencerminkan tekad ‘bangunlah jiwanya bangunlah badannya’ tersebut!"
"Membangun kembali dengan desain awal seperti pada Candi Borobudur lazim disebut restorasi!" sambut Umar.
"Kalau untuk mewujudkan Indonesia raya impian mata hati Megawati memang tepat disebut restorasi, pertama tentu harus diwujudkan dulu kedaulatan bangsa ini atas tanah airnya seperti yang tecermin pada pengelolaan kekayaan alamnya oleh putra-putri pertiwi sendiri! Saat ini lebih 70 persen usaha pertambangan dikuasai asing!"
"Untuk merestorasi hal itu ke desain awal sebagai wujud kemerdekaan bangsa, perlu nyali seperti Hugo Chavez, mendiang presiden Venezuela, yang bukan cuma merenegosiasi semua kontrak pengelolaan tambang dengan pihak asing, melainkan menerapkan prinsip-prinsip nasionalisasi sehingga hasilnya mencerminkan prinsip-prinsip kedaulatan bangsanya!" tegas Amir.
"Masalahnya, adakah pemimpin yang mampu melakukan itu di Indonesia? Untuk merenegosiasi harga gas dari lapangan Tangguh (Papua) yang amat murah dengan China saja sampai saat ini belum berhasil! Konon lagi harus menaklukkan rsksasa-raksasa dari Amerika dan Eropa seperti dilakukan Hugo Chavez!"
"Realitas Indonesia kini yang telah tenggelam dalam iklim neoliberalisme dunia, bahkan jauh berbeda dengan sikon Venezuela era Chavez!" timpal Umar. "Justru dalam neoliberalisme itu bukan hanya tambang dan kekayaan alam negeri kita, bahkan lahan pekerjaan profesional pun—dokter, guru, pialang, dan lainnya—disublimasikan sebagai lahan garapan internasional! Jadi, kita butuh tokoh yang lebih ulung dari Hugo Chavez untuk mewujudkan Indonesia raya!"
0 komentar:
Posting Komentar