Kata Kunci
MK Batalkan UU Perkoperasian!
Subsidi Energi Bengkak Rp110 Triliun!
Kemiskinan Bisa Tinggal 4%!
Kriteria Capres Muhammadiyah!
MK Selamatkan Anggota DPR!
'Perang Bintang' di Pilpres 2014!
Kemiskinan Jadi 5%-6% pada 2019!
Tanding Jokowi Vs Prabowo!
Kurang Pasokan 15 Juta Rumah!
Teladan, Sikap Politik Adiluhung!
Kurang Pasokan 15 Juta Rumah!
Berkompetisi dalam Harmoni!
Revolusi Mental ala Romo Benny! (2)
Revolusi Mental ala Romo Benny!
Jokowi, Perlu Revolusi Mental! (3)
"Koreksi pilihan Jokowi bukan dengan menghentikan proses reformasi yang sudah jalan, tapi dengan mencanangkan revolusi mental!" timpal Amir. "Dalam revolisi itu diciptakan paradigma, budaya politik, dan pendekatan nation building baru yang lebih manusiawi, sesuai budaya nusantara, bersahaja, berkelanjutan!"
"Operasional revolusi mental itu dikemas dalam praksis ajaran Bung Karno Trisakti!" ujar Umar. "Dengan begitu, jelas apa yang harus dilakukan! Dalam menegakkan kedaulatan politik, seiring tegaknya kedaulatan negara, penegakan keaulatan rakyat sesuai sila keempat Pancasila menuntut proses mewujudkannya!"
"Proses dimaksud bertolak dari usaha mendorong aktualisasi kepentingan rakyat di lembaga perwakilan!" tukas Amir. "Itu dilakukan dengan mengoreksi mentalitas wakil rakyat yang selama ini cenderung untuk lebih mengutamakan kepentingan pribadi mereka dengan mengesampingkan kepentingan rakyat!
Cara benar mengabdi kepentingan rakyat itu menjadi tanggung jawab perjuangan wakil rakyat pendukung pemerintah! Perjuangan itu akan menjadi denyut nadinya revolusi mental!" "Kemandirian dalam ekonomi bertolak dari ketahanan pangan dan energi!" sambut Umar.
"Kemandirian pangan, dalam arti bahan pangan pokok rakyat, bisa dicukupi produksi dalam negeri, impor tinggal suplemen dan bukan lagi ketergantungan mutlak seperti selama ini, butuh satu dekade untuk mencapainya!"
"Harus bisa satu dekade dengan membuat program yang terukur tahapannya! Itu arus balik dari satu dekade yang lalu, dengan 40 komoditas pertanian/pangan masuk daftar ketergantungan impor!" tegas Amir. "Juga kemandirian energi, setidaknya listrik harus dipenuhi satu dekade lewat membangun pembangkit panas bumi yang sudah diketahui lokasi dan kapasitasnya!" (habis) ***
Jokowi, Perlu Revolusi Mental! (2)
"Semaraknya politik uang dalam pemilu memengaruhi kualitas dan integritas mereka yang terpilih!" tukas Umar. "Perlu perbaikan cara rekrutmen pemain politik lewat seleksi yang lebih mengandalkan keterampilan dan rekam jejak ketimbang kekayaan atau kedekatan personal!"
"Juga diperlukan birokrasi yang bersih, andal, dan kapabel, yang benar-benar bekerja melayani kepentingan rakyat dan pemerintah yang terpilih!" lanjut Amir. "Penegakan hukum penting bagi wibawa pemerintah dan negara, dan mewujudkan negara hukum! Dalam kedaulatan politik penting peran TNI yang kuat dan terlatih untuk menjaga kesatuan dan integritas teritorial NKRI!"
"Dalam ekonomi, kita harus melepaskan segala ketergantungan pada asing! Selama ini pemerintah mudah membuka keran impor untuk pangan dan kebutuhan lain. Banyak elite politik terjebak jadi pemburu rente tanpa memikirkan nasib petani!" tukas Umar.
"Ironis, Indonesia dengan kekayaan alamnya masih impor pangan! Secara ekonomi Indonesia seharusnya bisa mandiri sesuai amanat Trisakti!" "Ketahanan pangan dan energi tak bisa ditawar!" tegas Amir. "Indonesia harus segera mewujudkan dengan program dan jadwal yang jelas dan terukur!
Di luar dua sektor itu Indonesia tetap menjalankan kegiatan ekspor dan impor untuk menggerakkan roda ekonomi!" "Kepribadian dan sifat keindonesiaan makin pudar karena derasnya tarikan arus globalisasi dan revolusi teknologi komunikasi!" tukas Umar.
"Pendidikan diarahkan untuk membantu membangun identitas bangsa yang berbudaya dan beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai moral agama. Akses ke pendidikan dan layanan kesehatan masyarakat yang terprogram, terarah, dan tepat sasaram oleh negara dapat membantu kita membangun kepribadian sosial dan budaya Indonesia!" (bersambung) ***
Jokowi, Perlu Revolusi Mental!
"Ekonomi berkembang dan masyarakat banyak yang bertambah makmur. Bank Dunia Mei ini mengatakan ekonomi Indonesia sudah masuk 10 besar dunia! Di bidang politik, masyarakat sudah banyak menikmati kebebasan serta hak-haknya, termasuk pergantian pemimpin secara periodik melalui pemilu yang demokratis," kutip Umar.
"Namun, di sisi lain kita melihat dan merasakan kegalauan masyarakat seperti yang dapat kita saksikan melalui protes di jalan-jalan di kota besar dan kecil dan juga di ruang publik lainnya, termasuk media massa dan media sosial. Gejala apa ini?" "Paradoks terjadi akibat reformasi yang dilaksanakan sejak 1998 itu baru sebatas institusional!" tegas Amir. "Reformasi belum menyentuh paradigma, mindset, atau budaya politik kita dalam rangka pembangunan bangsa.
Agar perubahan benar-benar bermakna, berkesinambungan, dan sesuai cita-cita proklamasi Indonesia yang merdeka, adil, dan makmur, kita perlu melakukan revolusi mental!" "Nation building tak mungkin maju kalau sekadar mengandalkan perombakan institusi tanpa merombak manusianya atau sifat mereka yang menjalankan sistem," lanjut Umar.
"Sehebat apa pun kelembagaan yang kita ciptakan, selama ia ditangani manusia dengan salah kaprah, tak akan membawa kesejahteraan!" "Kita amandemen UUD 1945. Kita bentuk sejumlah komisi independen, termasuk KPK. Kita laksanakan otonomi daerah. Kita perbaiki banyak UU nasional dan daerah. Kita juga laksanakan pemilu secara berkala.
Kesemuanya dalam rangka perbaikan pengelolaan negara yang demokratis dan akuntabel!" tukas Amir. "Namun, di saat yang sama sejumlah tradisi dari Orde Baru masih berlangsung, korupsi, intoleran pada perbedaan, rakus, mau menang sendiri, kecenderungan kekerasan dalam memecahkan masalah, pelecehan hukum, dan sifat oportunis, masih berlangsung bahkan ada yang kian merajalela di alam Indonesia yang katanya lebih reformis!" (Bersambung) ***
Budaya Politik Serbacurang!
“Politik itu cara meraih kekuasaan lewat cara damai! Politik juga seni mengelola kekuasaan!” tegas Umar. “Demokrasi menjadi cara meraih dan mengelola kekuasaan berdasar etika dan moral untuk memajukan peradaban yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan!
Di dalamnya wakil rakyat mengabdi bagi kepentingan rakyat yang diwakilinya!” “Tapi, menurut Otto von Bismark, yang dikutip Presiden SBY di pidatonya pasca-pileg (detik.com, 8/5), politics is the art of posibble—politik itu seni kemungkinan—dalam politik segala kemungkinan bisa terjadi!” sambut Amir.
“Salah satu kemungkinan itu, dalam budaya politik serbacurang para politikus sebagai aktor dan aktrisnya memainkan peran sesuai skenario yang telah menjadi kenyataan, dunia politik hanya panggung sandiwara! Para aktor dan aktris pura-pura berjuang untuk rakyat, padahal sejatinya mereka berjuang untuk kepentingan pribadinya mengembalikan modal yang dihabiskan untuk merebut kursi kekuasaan dalam pileg, dan modal mempertahankannya pada pemilu mendatang!”
“Celakanya, bukan koreksi dan perbaikan atas budaya politik serbacurang itu yang terbayang!” tukas Umar. “Justru lanjutan pesta demokrasi dengan pemilihan umum presiden (pilpres), serbacurangnya itu diperburuk lagi dengan kampanye hitam menebar fitnah terhadap lawan politik!”
“Serangan kampanye hitam itu bahkan sampai ke tingkat fitnah-fitnah keji yang sangat keterlaluan!” timpal Amir. “Kalau itu dijadikan ukuran memilih pemimpin, tak terbayang apa jadinya negara-bangsa ini jika sampai dipimpin oleh orang yang keahliannya cuma menebar fitnah keji, lempar batu sembunyi tangan!” ***
Basmi Kejahatan Seksual Anak!
"Pencanangan gerakan nasional itu tepat waktu! Bulan terakhir ini sejumlah kasus kejahatan seksual terhadap anak muncul secara luar biasa!" tegas Umar. "Dari kekerasan seksual yang dilakukan petugas kebersihan Jakarta International School (JIS) sampai Emon, pedofil di Sukabumi, Jawa Barat, yang melakukan pencabulan terhadap lebih dari 100 orang anak!"
"Sebagai suatu gerakan nasional, Presiden berharap semua pihak turut memerangi kejahatan seksual terhadap anak ini!" lanjut Amir. "Mereka, penegak hukum, komisi terkait, organisasi perempuan dan keguruan, komunitas kepakaran, dunia usaha, dan komunitas pers!"
"Kejahatan seksual terhadap anak yang jadi berita beruntun dari berbagai daerah belakangan ini, telah menjadi gejala kekerasan terhadap anak yang luas!" tukas Umar. "Karena itu, selain keluarga dan komunitas lokal RT/RW dan lurah harus melakukan pengawasan serta tindakan cepat dan cermat, pemerintah pun yang berkewajiban melindungi setiap warga negara—terutama yang lemah seperti anak-anak dan perempuan—harus menunjukkan tanggung jawabnya!
Seperti di kasus JIS yang belasan tahun beroperasi PAUD-nya tanpa izin, harus ada birokrasi pendidikan yang bertanggung jawab!" "Dengan contoh kasus itu, salah satu tugas penting birokrasi pemdidikan dalam gerakan nasional ini adalah melakukan check list, periksa ulang daftar tugasnya, agar tidak terjadi keteledoran—apalagi berlangsung sampai belasan tahun!" sambut Amir.
"Masyarakat juga segera koordinasi dengan RT/RW dan lurah jika melihat hal-hal yang mencurigakan!" "Semua itu harus, karena sukses gerakan nasional ini terletak pada efektifnya sistem pencegahan, terutama di tengah masyarakat!" tegas Umar. "Penindakan hukum maupun rehabilitasi korban kalau bisa tak diperlukan, jika pencegahan berjalan baik!" ***
Soal Nasionalisasi Aset Asing!
"Terlepas dari arah koalisi Partai Demokrat yang dipimpin SBY untuk Pilpres 2014, nasionalisasi aset asing di Indonesia jelas mengundang reaksi keras pemerintah negara-negara asal pemilik aset dan lembaga-lembaga internasional!" tegas Umar.
"Akibatnya bisa kena sanksi internasional blokade ekonomi sehingga ekonomi Indonesia terkucil! Kalau hal itu terjadi, jelas menjadi malapetaka bagi Indonesia seperti dikhawatirkan SBY!" "Padahal ekonomi Indonesia secara absolut telah terintegrasi dalam ekonomi dunia!" timpal Amir.
"Belum lagi tindakan balasan membekukan semua aset dan rekening Indonesia di luar negeri, seperti dialami Iran saat diblokade Barat! Sistem keuangan negerinya terseok, warga mengalami kesulitan ekonomi fatal!" "Malapetaka itu harus dihindarkan!" tegas Umar.
"Kita pernah menasionalisasi aset asing, tapi konteksnya berbeda! Nasionalisasi dulu atas aset perusahaan Belanda dari perkebunan, pertambangan, kereta api dan sebagainya, sebagai realisasi kemerdekaan Indonesia! Sedang kini, tak ada alasan yang bisa diterima dunia untuk nasionalisasi aset asing!" "Mendiang Presiden Venezuela Hugo Chavez yang terkenal penganut sosialisme garis keras pun hanya menempuh jalan renegosiasi pembagian saham dan bagi hasil pertambangan asing di negerinya!" timpal Amir.
"Hasilnya, Chavez mendapat apa yang diinginkan dan dunia menaruh hormat padanya!" "Karena itu, lebih tepat seorang capres mengadakan pendekatan dengan para duta besar guna membina hubungan setara, agar saat terpilih nanti lebih mudah bicara menyelesaikan masalah!" tegas Umar. "Dengan kesetaraan seperti Chavez, tanpa jadi kacung asing pun tujuan menguasai kembali secara efektif kekayaan bangsa bisa tercapai!" ***
PDB Indonesia 10 Besar Dunia!
"Itulah harapan kita!" tegas Umar. "Tapi realitasnya, gambaran PDB 10 besar dunia sangat kontras dengan PDB perkapita kita yang peringkat 107 dunia. Korupsi dan kegagalan pemerataan manfaat pembangunan membuat kita tak kunjung mampu keluar dari problem kemiskinan dan ketimpangan. Lebih dari tiga dekade kita tak mampu keluar dari perangkap pendapatan menengah bawah.
Hampir separuh penduduk di sekitar garis kemiskinan." (Kompas, Tajuk, 6/5) "Garis kemiskinan yang kita pakai pun domestik, yang dibuat untuk memperkecil jumlah warga miskin, yakni konsumsi di bawah 1 dolar AS/orang/hari! Padahal, garis kemiskinan fatal Bank Dunia pada 1,5 dolar AS/orang/hari!" timpal Amir.
"Lebih ironis lagi, PDB 10 besar dunia itu tercapai berkat sumbangan lebih 50% konsumsi dari warga yang melarat itu, karena jumlah mereka yang bejibun sehingga menjadikan Indonesia berpenduduk terbanyak ke empat dunia, setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat!"
"Jadi besarnya jumlah penduduk yang ke empat terbanyak dunia itulah unggulan utama PDB, mengalahkan sumbangan produksi dan investasi!" tukas Umar. "Jika produksi dan investasi proporsional, bisa diharapkan PDB Indonesia 4 besar dunia, sesuai dengan peringkat penduduknya!
Apalagi kalau produksi dan investasinya, proporsional, konsumsi warganya yang mayoritas bisa wajar, di atas kemiskinan fatal Bank Dunia atau 1,5 dolar AS/orang/hari, peringkat PDB-nya benar-benar bermakna pada kesejahteraan rakyat!"
"Untuk itu, strategi pemerintahan baru hasil Pemilu 2014 diharapkan bisa cepat mengatasi kemiskinan dan ketimpangan yang justru menajam drastis satu dekade terakhir!" tegas Amir. "Artinya, diperlukan pemerintahan yang berani membuat kebijakan antitesis dari pemerintahan sekarang sehingga arah ketimpangan bisa ditarik mengecil kembali!" ***
Pertanian Anjlok Jadi 0,94%!
"Menurut Deputi Kepala BPS Suhariyanto, pelambatan pertumbuhan pada sektor pertanian itu akibat buruknya iklim dan bencana alam banjir di sentra-sentra produksi sehingga panen tidak optimal!" tegas Umar.
"Meski demikian, kata Menteri Keuangan Chatib Basri, pelambatan pertumbuhan ekonomi itu merupakan bagian dari strategi untuk mengurangi current account deficit! Jadi, pemerintah memang merencanakan pelambatan pertumbuhan untuk menjaga kestabilan ekonomi!"
"Tapi pelambatan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 bukan hanya terdampak anjloknya sektor pertanian!" tukas Umar. "Menurut Chatib Basri, penyebabnya yang signifikan pada penurunan ekspor! Jadi, untuk mengatasinya menurut menteri hanya bisa berharap perbaikan pada ekonomi AS sehingga ekspor bisa membaik kembali!"
"Akhirnya jelas! Anjloknya pertumbuhan pertanian menurut BPS akibat buruknya iklim dan bencana alam! Kedua hal itu force major—di luar kemampuan manusia mengatasinya!" timpal Umar. "Sedang menurut Menteri Chatib Basri, pelemahan pertumbuhan ekonomi karena penurunan ekspor, hingga pemulihan ekonomi negara tujuan ekspor menjadi kunci perbaikannya!
Pemulihan di negara tujuan ekspor juga di luar kemampuan kita untuk mengatasinya!" "Menurut kedua logika itu, kita tak bisa apa-apa lagi!" entak Amir. "Maka itu, pemerintah bukan mencari jalan keluar mengatasinya, melainkan malah menjadikan pelemahan sebagai strategi menurunkan current account deficit! Hasilnya, menurut logika pula, penurunan ekspor berarti penurunan penerimaan devisa, current account deficit pun jadi laten!" ***
Soal Hegemoni Neoliberalisme!
"Hegemoni berasal dari praksis suatu ideologi!" tegas Umar. "Ideologi asing yang difasilitasi itu menggoyah budaya lokal yang guyup, menggantinya dengan budaya individualis hedonis materialistik! Budaya kebersamaan penuh tenggang rasa pada nasib sesama tergilas oleh nafsu kaya sendiri lewat korupsi—demi hidup mewah bersimbah materi!"
"Menurut kamus budaya Antonio Gramsci, hegemoni berarti suatu kekuasaan yang menindas, berupaya menguasai seluruh keadaan baik dalam tataran nilai ataupun tindakan!" tukas Amir. "Hegemoni dalam politik, ekonomi, dan budaya seperti sekarang ini, pesan Buya untuk keluar dari hegemoni tersebut jelas tak mudah!"
"Tapi bayangan jalan keluar itu agaknya telah ada dalam kesepahaman Megawati dan Jokowi hingga Megawati yang pernah mengalami beratnya tekanan IMF untuk melakukan privatisasi BUMN, melimpahkan kepercayaan pada Jokowi buat menerobos benteng hegemoni itu!" sambut Umar. "Kuncinya The Jokowi Ways, menyelesaikan masalah lewat musyawarah!"
"Mungkin berdasar kesepahaman itulah sejak dini Megawati mengajak Jokowi jumpa Duta Besar AS dan sekutunya, untuk mengondisikan perwakilan asing pada The Jokowi Ways jika terpilih nanti!" tegas Amir. "Artinya, perubahan mendasar termasuk dalam hubungan dengan asing dilakukan lewat revolusi adem ayem The Jokowi Ways—yang telah terbukti lewat musyawarah rakyat jelata (dari pedagang kaki lima sampai warga bantaran waduk) bisa menyelesaikan masalah! Apalagi para priyayi agung, duta besar, dan pemodal, demi keseimbangan baru yang adil!" ***
Pesan Buya, Jalankan Trisakti!
Rekayasa Pendidikan Karakter!
"KURIKULUM 2013 diunggulkan sebagai rekayasa pendidikan karakter!" ujar Umar. "Disebut rekayasa, karena diterapkan serentak ke semua jenjang usia anak didik dari SD sampai SMA, dengan mekanisme yang prosesnya mengarahkan perilaku anak didik berkarakter ideal! Semestinya, pendidikan karakter ditanamkan sejak usia dini dan konsisten sampai dewasa!"
"Dengan rekayasa itu bukan hanya anak didik pada jenjang sekolah lanjutan yang terkejut pada perubahan mendadak cara dan materi belajar!" timpal Amir. "Para guru sendiri banyak yang meraba-raba materi dan metode belajar-mengajarnya karena pemahaman terhadap cara baru itu bisa kurang tuntas lewat penataran yang hanya beberapa hari!"
"Rekayasa sosial (social engineering) dengan jargon pendidikan karakter itu layak dihargai!" tegas Umar. "Dengan segala kekurangannya, prioritas pada pendidikan karakter mencerminkan kesadaran penguasa pada acak-kadutnya kondisi negeri ini mayoritas penyebabnya bermuara pada pendidikan nasional yang tak relevan pada tuntutan zaman, dengan minusnya karakter anak bangsa!"
"Namun, perlu disadari para pendidik, pada rekayasa faktor teknis menjadi penentu pembentukan perilaku baru anak didik!" tutur Amir. "Tata cara baru dalam proses belajar-mengajar, seperti mendorong kreatif dengan mencari sendiri materi pembelajaran lewat internet, koran, atau dari lapangan, serta diskusi agar terbiasa merumuskan masalah dan bersama-sama mencari solusi! Kapasitas anak didik untuk diving internet dan bekerja dalam tim merumuskan serta memecahkan masalah itu hakikat pekerjaan masa depan!"
"Episode itu memang baru merangkai sejumlah nilai unsur karakter, yakni rajin (belajar), tekun, sabar, berorientasi masa depan, menghargai pendapat orang lain, toleran pada perbedaan!" tegas Umar.
"Tapi, itu bisa dijadikan pintu masuk bagi pendidikan karakter secara simultan yang multikompleks nilai-nilainya, baik lewat proses pendidikan di sekolahnya maupun lewat realitas masyarakat berbangsa! Pada skala yang luas ini, karakter dengan nilai-nilai dasar yang diperoleh di sekolah itu menjadi pembanding! Keteladanan dari tokoh-tokoh masyarakat jadi kunci bagi pematangan karakter anak didik!"
"Juga perlu disadari pendidik, rekayasa dengan mendayagunakan internet ini menjadikan sekolah bukan lagi lembaga tertutup!" timpal Amir. "Anak didik bebas mencari sendiri contoh di luar sekolah, termasuk contoh negatif! Hasil pendidikan karakter di sekolah pun akan terpengaruh realitas karakter bangsa!" ***
10 Tuntutan Buruh, Siapa Peduli?
"MAY Day—Hari Buruh Sedunia—1 Mei 2014 diperingati kaum buruh Indonesia dengan mengajukan 10 tuntutan bagi perbaikan nasib buruh!" ujar Umar. "Tuntutan buruh itu umumnya isu perjuangan selama ini. Penajamannya sebagai perjuangan pada May Day mengesankan, perjuangan kaum buruh kurang diakomodasi pemerintah maupun pengusaha!"
"Sepuluh tuntutan itu, 1. Hapus sistem kerja kontrak dan outsourcing. 2. Upah layak bagi kaum buruh. 3. Jaminan sosial bukan asuransi sosial. 4. Subsidi untuk rakyat. 5. Setop privatisasi dan nasionalisasi aset strategis," timpal Amir. "Lalu, 6. setop union busting dan kriminalisasi aktivis buruh. 7. Turunkan harga sembako dan BBM. 8. Bangun industri nasional yang kuat untuk menyejahterakan rakyat. 9. Tanah untuk kesejahteraan rakyat. 10. Pendidikan gratis dan berkualitas untuk seluruh rakyat!"
"Tuntutan yang amat luas jika dibanding tema May Day 2014 dari International Labor Office (ILO); 'Save & helth at work!" tukas Umar. "Mungkin karena terlalu luas itu sukar pemerintah dan pengusaha memenuhinya secara tuntas!"
"Sikap pemerintah sedemikian tecermin dari pernyataan Gubernur DKI Jokowi saat menerima massa buruh di balai kota," timpal Amir. "Didampingi Diah (Si Oneng Bajaj Bajuri) Pitaloka, sang gubernur menyatakan akan berusaha mewujudkan bagi kaum buruh kerja layak, upah layak, dan hidup layak!" (Metro TV, 1/5)
"Untuk buruh kawasan Jabodetabek dan Pantura Jabar, upah minimum (UMP)-nya memang relatif sudah lumayan, di atas Rp2,2 juta!" ujar Umar. "Pemberlakuan UMP sedemikian oleh gubernur DKI sejak 2013, membuat pengusaha mengeluh—bahkan banyak yang mengajukan secara tertulis ke gubernur permohonan dispensasi, belum mampu melaksanakan UMP! Tapi buruh di kawasan itu di May Day ini tetap menuntut kenaikan UMP 30%."
"Soalnya harga kebutuhan pokok terus naik, kian berat mereka jangkau!" tukas Amir. "Konon lagi kaum buruh di kota-kota kecil yang UMK-nya jauh lebih rendah, mereka hidup kelimpungan!"
"Itu membuat jadi wajar tuntutan buruh lebar dan luas!" timpal Umar.
"Karena, realitas kehidupan kaum buruh memang masih jauh dari memadai! Jadi, banyak hal harus ditangani untuk mengatasinya! Tapi siapa yang mau mengatasi, kecuali Jokowi dengan baju kotak-kotak merah khasnya, tak satu pun pejabat pemerintah lainnya dan pengusaha mau peduli menemui aksi massa buruh di May Day!" ***
Selanjutnya.....