"SABTU (10/5) secara bersamaan terbit dua tulisan berjudul sama, Revolusi Mental, di harian Kompas ditulis capres PDIP Joko Widodo, dan di Koran Sindo ditulis oleh Romo Benny Susetyo, sekretaris eksekutif Komisi HAK KWI," ujar Umar. "Judulnya saja yang sama, sedang isinya, kedua tulisan sama sekali berbeda! Joko Widodo memakai pendekatan Trisakti ajaran Bung Karno, sedang Romo Benny 'teologi pembebasan' Romo Mangun!"
"Isi revolusi mental Joko Widodo telah kita maklumi, kali ini kita bicarakan revolusi mental Romo Benny yang secara terus terang dia akui tulisan tersebut merespons gagasan revolusi mental dari salah satu capres!" timpal Amir. "Pengertian revolusi mental, menurut Romo Benny, merujuk pada revolusi kesadaran! Perubahan mendasar menyangkut kesadaran, cara berpikir dan bertindak sebuah bangsa besar. Revolusi mental dari sesuatu yang negatif menuju positif!"
"Perubahan dari ketidakpercayaan diri menjadi bangsa yang penuh kepercayaan! Menyadari diri bahwa kita adalah bangsa yang besar dan bisa berbuat sesuatu yang besar!" kutip Umar. "Visi revolusi mental ini begitu pentingnya, tegas Romo Benny, mengingat beragam kegagalan kita sebagai bangsa, kerap (selalu) dimulai dari mentalitas ini!"
"Kita tidak maju akibat sikap mental yang selalu merasa diri terjajah dan bahkan menikmati situasi ketergantungan pada bangsa lain!" lanjut Amir. "Kemakmuran yang ada seperti fatamorgana, hanya indah di buku-buku sekolahan, tetapi pahit dalam kenyataan.
Sumber daya alam negeri ini bahkan nyaris ludes dikuasai oleh pihak asing! Untuk mengembalikan semuanya, revolusi mental hal mendasar dan pertama dilakukan agar bisa memulai tindakan-tindakan konkret untuk mengambil manfaat sumber daya alam untuk kepentingan bangsa sendiri!"
"Kita sering minder sebagai bangsa.
Orientasi elite kerap hanya keuntungan dirinya, dengan hanya menjadi perantara atau makelar. Bukan sebagai bangsa tangguh yang berani mengelola semua potensi untuk rakyat sendiri!" tukas Umar.
"Inilah musabab segala problematika bangsa ini, sebab mental elite tidaklah merdeka sepenuhnya.
Kita belum mampu memerdekakan bangsa dan manusia Indonesia dari sikap dan sifat minder, tidak fair, menjilat ke atas dan menginjak ke bawah! Tidak setia kawan, mudah khianat, tega memfitnah, bahkan membunuh! Akibanya lahir watak yang tidak suka membela kebenaran!" (Bersambung) ***
0 komentar:
Posting Komentar