Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Budaya Politik Serbacurang!

“HASIL rekapitulasi Pemilu Legislatif 2014 telah disahkan KPU Jumat tengah malam!” ujar Umar. “Jadi sah pula penghitungan suara hasil pileg yang di daerah dianggap bermasalah hingga banyak anggota KPU daerah menjadi tersangka kasus pidana pemilu! Proses hukumnya dari kepolisian sampai pengadilan—bisa jadi termasuk MK nantinya—tinggal jadi bagian cuci piring pesta demokrasi!” 

“Di sisi lain, para anggota legislatif yang terpilih lewat cara serbacurang—dari politik uang terhadap pemilih sampai akal-akalan penyelenggara pada berbagai tingkatan—akan tetap menduduki kursi lembaga perwakilan rakyat!” timpal Amir. “Sedikit sekali kemungkinan kedudukan mereka terpengaruh oleh proses hukum terhadap penyelenggara! Dengan begitu, semakin mapanlah budaya politik serba curang di negara ini!”

“Politik itu cara meraih kekuasaan lewat cara damai! Politik juga seni mengelola kekuasaan!” tegas Umar. “Demokrasi menjadi cara meraih dan mengelola kekuasaan berdasar etika dan moral untuk memajukan peradaban yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan! 

Di dalamnya wakil rakyat mengabdi bagi kepentingan rakyat yang diwakilinya!” “Tapi, menurut Otto von Bismark, yang dikutip Presiden SBY di pidatonya pasca-pileg (detik.com, 8/5), politics is the art of posibble—politik itu seni kemungkinan—dalam politik segala kemungkinan bisa terjadi!” sambut Amir. 

“Salah satu kemungkinan itu, dalam budaya politik serbacurang para politikus sebagai aktor dan aktrisnya memainkan peran sesuai skenario yang telah menjadi kenyataan, dunia politik hanya panggung sandiwara! Para aktor dan aktris pura-pura berjuang untuk rakyat, padahal sejatinya mereka berjuang untuk kepentingan pribadinya mengembalikan modal yang dihabiskan untuk merebut kursi kekuasaan dalam pileg, dan modal mempertahankannya pada pemilu mendatang!” 

“Celakanya, bukan koreksi dan perbaikan atas budaya politik serbacurang itu yang terbayang!” tukas Umar. “Justru lanjutan pesta demokrasi dengan pemilihan umum presiden (pilpres), serbacurangnya itu diperburuk lagi dengan kampanye hitam menebar fitnah terhadap lawan politik!” 

“Serangan kampanye hitam itu bahkan sampai ke tingkat fitnah-fitnah keji yang sangat keterlaluan!” timpal Amir. “Kalau itu dijadikan ukuran memilih pemimpin, tak terbayang apa jadinya negara-bangsa ini jika sampai dipimpin oleh orang yang keahliannya cuma menebar fitnah keji, lempar batu sembunyi tangan!” ***

0 komentar: