Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Jokowi, Perlu Revolusi Mental!


"CALON presiden PDIP, Joko Widodo alias Jokowi, memaparkan konsepnya tentang revolusi mental lewat tulisan di halaman opini Kompas, Sabtu (10/5)," ujar Umar. "Sebelumnya gagasan revolusi mentalnya dibicarakan publik hanya berdasar petikan dari ucapannya sekilas di media massa!" 

"Setelah 16 tahun reformasi, kenapa masyarakat kita bertambah resah dan bukannya tambah bahagia, atau dalam istilah anak muda sekarang semakin galau?" timpal Amir. "Menurut dia, itulah paradoks Indonesia kini yang menuntut jawaban dari para pemimpin nasional!"

"Ekonomi berkembang dan masyarakat banyak yang bertambah makmur. Bank Dunia Mei ini mengatakan ekonomi Indonesia sudah masuk 10 besar dunia! Di bidang politik, masyarakat sudah banyak menikmati kebebasan serta hak-haknya, termasuk pergantian pemimpin secara periodik melalui pemilu yang demokratis," kutip Umar. 

"Namun, di sisi lain kita melihat dan merasakan kegalauan masyarakat seperti yang dapat kita saksikan melalui protes di jalan-jalan di kota besar dan kecil dan juga di ruang publik lainnya, termasuk media massa dan media sosial. Gejala apa ini?" "Paradoks terjadi akibat reformasi yang dilaksanakan sejak 1998 itu baru sebatas institusional!" tegas Amir. "Reformasi belum menyentuh paradigma, mindset, atau budaya politik kita dalam rangka pembangunan bangsa. 

Agar perubahan benar-benar bermakna, berkesinambungan, dan sesuai cita-cita proklamasi Indonesia yang merdeka, adil, dan makmur, kita perlu melakukan revolusi mental!" "Nation building tak mungkin maju kalau sekadar mengandalkan perombakan institusi tanpa merombak manusianya atau sifat mereka yang menjalankan sistem," lanjut Umar. 

"Sehebat apa pun kelembagaan yang kita ciptakan, selama ia ditangani manusia dengan salah kaprah, tak akan membawa kesejahteraan!" "Kita amandemen UUD 1945. Kita bentuk sejumlah komisi independen, termasuk KPK. Kita laksanakan otonomi daerah. Kita perbaiki banyak UU nasional dan daerah. Kita juga laksanakan pemilu secara berkala.

 Kesemuanya dalam rangka perbaikan pengelolaan negara yang demokratis dan akuntabel!" tukas Amir. "Namun, di saat yang sama sejumlah tradisi dari Orde Baru masih berlangsung, korupsi, intoleran pada perbedaan, rakus, mau menang sendiri, kecenderungan kekerasan dalam memecahkan masalah, pelecehan hukum, dan sifat oportunis, masih berlangsung bahkan ada yang kian merajalela di alam Indonesia yang katanya lebih reformis!" (Bersambung) ***

0 komentar: