KEMENTERIAN Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berencana menghapus nilai jual objek pajak (NJOP), pajak bumi-bangunan (PBB), dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Penghapusan itu, menurut Menteri ATR/Kepala BPN Ferry Mursidan Baldan, untuk mengurai satu per satu hambatan bidang pertanahan dan perumahan. (ROL, 31/1)
NJOP dihapus karena selama ini seolah tak ada gunanya. Faktanya, tegas Ferry, harga pasaran properti di atas NJOP. NJOP baru dipakai untuk menyiasati pajak jual beli tanah agar menyetor lebih rendah.
Sebagai gantinya, dibuat ketetapan harga pasaran tanah dan bangunan yang berlaku di setiap wilayah untuk satu tahun. Harga patokan ini yang dijadikan acuan pungutan pajak daerah.
Sedang penghapusan PBB dan BPHTB guna meringankan beban masyarakat saat membeli rumah.
Pungutan untuk itu ditetapkan hanya sekali saat pengurusan sertifikat tanah atau bangunan. Pada tahap awal, penghapusan hanya berlaku untuk tempat-tempat nonkomersial, seperti rumah tinggal, rumah ibadah, dan rumah sakit.
PBB dan BPHTB tetap dipungut bagi properti komersial, seperti hotel, restoran, dan warung, serta properti dengan luas di atas 200 meter.
"Di bawah luas itu, PBB dan BPHTB akan dihapus," tegas Ferry.
Pungutan pajak daerah untuk jual beli tanah sesuai harga pasaran yang berlaku pada tahun berjalan itu lebih objektif. Hasilnya bisa lebih baik bagi kas daerah.
Dengan harga patokan yang ditetapkan Kementerian ATR/BPN itu bukan hanya mengatasi masalah harga pasaran yang selalu jauh lebih tinggi dari NJOP, melainkan juga mengatasi peluang persekongkolan penjual dan pembeli untuk menetapkan harga amat rendah dalam akta jual beli demi meringankan pajak yang mereka tanggung bersama!
Namun, peningkatan penerimaan pajak jual beli tanah dengan standar harga pasaran itu, kemungkinannya kecil untuk mampu menggantikan dana PBB dan BPHTB yang dihapuskan. Padahal, selama ini penerimaan dana bagi hasil PBB untuk pendapatan asli daerah (PAD), terutama di tingkat II, cukup penting.
Karena itu, dalam rancangan kebijakan yang diajukan Kementerian ATR/BPN untuk disetujui Menteri Keuangan itu harus dilengkapi usulan kompensasi buat pemerintah daerah atas dana PBB dan BPHTB yang dihapus. Dengan demikian, kebijakan pusat itu tak mengurangi kapasitas pemerintah daerah dalam pembangunan dan pelayanannya. ***
0 komentar:
Posting Komentar