PENYIKAPAN terhadap masalah korupsi cenderung menjadi pembeda antara sikap elite politik dengan massa rakyat. Perbedaan itu terlihat dalam proses konflik Polri-KPK. Dalam konflik Polri-KPK, elite politik yang direpresentasikan anggota DPR terkesan tidak menganggap serius masalah korupsi, sehingga meloloskan Komjen BG sebagai calon kapolri meski telah ditetapkan sebagai tersangja korupsi oleh KPK.
Sebaliknya, massa rakyat, segera gelisah dan resah, meruyak lewat berbagai media sosial. Sehingga, meski tak ada lembaga resmi yang menyampaikan realitas keresahan rakyat itu ke Jokowi, kalimat pertama Presiden membatalkan pelantikan Komjen BG mencerminkan penyimakan Jokowi atas hal itu: "Sehubungan dengan pencalonan Komjen BG sebagai kapolri telah menimbulkan perbedaan pendapat masyarakat, maka untuk percepatan ketenangan..." Tampak, selain adanya perbedaan pendapat, juga ada yang harus dipercepat penenangannya.
Kecenderungan elite politik kurang peduli terhadap masalah korupsi yang justru merupakan masalah yang dianggap serius dan dikhawatirkan massa rakyat yang diwakilinya itu, menunjukkan adanya jurang pemisah sikap antara yang mewakili dan yang diwakili!
Hal itu terjadi karena dalam praktik politik di parlemen, anggota DPR lebih mewakili kepentingan fraksi yang secara ketat mengontrol dan mengendalikan langkah perjuangannya! Fraksi itu kepanjangan tangan partai, sehingga secara efektif anggota DPR lebih sebagai wakil partai ketimbang wakil rakyat!
Perbedaan sikap, pandangan, dan pilihan prioritas atas masalah-masalah penting dalam kehidupan bernegara-bangsa antara elite wakil rakyat dan rakyat yang mereka wakili itu tentu punya konsekuensi serius.
Salah satunya, para wakil pilihan rakyat itu lebih berjuang untuk kepentingan diri, fraksi, dan partainya semata!
Sedangkan kepentingan rakyat yang diwakilinya tinggal dalam retorika janji kampanye yang tercecer!
Konsekuensi demikian tentu bisa celaka. Contohnya terhadap masalah korupsi yang berlarut-larut menyengasarakan rakyat, sehingga menjadi prioritas utama bagi rakyat untuk dibasmi, tetapi oleh elite wakil rakyat malah dianggap tidak penting.
Untuk mengubah cara berpolitik mayoritas partai di parlemen itu hanya bisa melalui pendidikan politik rakyat, agar mampu menilai kinerja partai. Itu pun baru efektif jika rakyat sudah bisa menolak politik uang, serta ada partai yang betul-betul tulus mengemban aspirasi rakyat! ***
0 komentar:
Posting Komentar