KORUPSI itu secara universal dikenal sebagai abuse of power—penyalahgunaan kekuasaan. Berarti hanya orang yang punya kekuasaan bisa melakukan korupsi, sebab orang yang tak punya kekuasaan tak ada yang bisa dia salah gunakan!
Dalam hubungan kekuasaan dan korupsi itu, ucapan Lord Acton yang sering dikutip Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah power tend to corrupt, absolut power corrupt absolutly--kekuasaan cenderung korup, kekuasaan yang absolut korupsinya absolut pula.
Dari itu terkesan betapa sulitnya usaha memberantas korupsi. Karena, semakin tinggi kedudukan makin besar kekuasaan, bisa makin hebat korupsinya, sekaligus makin sulit menangkap korupsinya karena benturan kekuasaannya juga bisa tak kepalang dahsyatnya.
Akibatnya, ketika berhadapan dengan koruptor seperti itu, bukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggulungnya, melainkan malah sebaliknya, justru KPK yang tergulung, bahkan sampai tamat riwayatnya!
Lebih sulit lagi kalau yang dihadapi konspirasi beberapa gugus kekuasaan formal yang bersatu melawan KPK! Unsur-unsur kekuatan dalan suatu gugus kekuasaan yang sebelumnya saling bertentangan pun, bisa seketika bersatu langkah saat menghadapi KPK.
Saling melindungi dalam korupsi ternyata menjadi keharusan jika ingin lolos dari giliran jerat KPK!
Bayangkan beberapa gugus kekuasaan besar berkonspirasi menggencet KPK! Hanya perlawanan rakyat—people power—yang memihak KPK satu-satunya andalan untuk membentengi KPK!
Di mana letak kekuatan people power? Dia kuat karena secara formal terhimpun dari orang-orang yang tak jelas—anonim—baik personal maupun kelembagaan sehingga tak ada tokoh kunci yang bisa ditebas untuk menghentikan gerakannya!
Karena menjadi hukum alam people power, meski anonim jika ditebas satu tumbuh seribu! Peristiwa Mei 1998 dengan gugurnya para martir di Universitas Trisakti, ratusan ribu mahasiswa menuntut keadilan di DPR!
Karena itu, setiap pusat kekuasaan harus sangat hati-hati mengelola kekuasaannya berkaitan dengan usaha pemberantasan korupsi. Sekali salah langkah, pusat kekuasaan bisa terjerat dilema yang sulit dicari jalan keluarnya!
Akhirnya, setelah setiap langkah hanya menambah keruwetan, korban yang jatuh bukan hanya koruptor, melainkan juga aktivis antikorupsi. Itu ketika tak ada jalan lain lagi hingga pusat kekuasaan harus membuat jalan keluar dari kebuntuan akibat salah langkahnya sendiri! ***
0 komentar:
Posting Komentar