KEPUTUSAN tidak melantik BG sebagai Kapolri bisa dinilai sebagai usaha Joko Widodo (Jokowi) membuktikan dirinya sebagai Presiden, bukan petugas partai seperti dikatakan orang terakhir ini.
Sebaliknya, dengan itu dia lakukan untuk merespons aspirasi masyarakat luas di ruang publik terkait pencalonan BG, mencerminkan Jokowi lebih berorientasi pada kepentingan rakyat—ketimbang kepentingan (orang-orang) partai yang tak henti mendesak untuk melantik BG.
Penegasan seorang Presiden hanyalah petugas partai yang mengusungnya, jelas cukup mencengangkan publik. Sebab, prinsip yang lazim di negara modern, setelah seseorang terpilih jadi presiden, secara langsung ia telah menjadi presiden dari seluruh rakyat!
Bukan lagi petugas partai! Sedang arahan partai kepada presiden terpilih, telah terangkum dalam visi-misi yang disusun partai untuk memenangkan pemilihan umum! Artinya, partai harus puas program partainya yang dijalankan pemerintah untuk mewujudkan kemakmuran bangsa!
Adanya sistem hak prerogatif presiden merupakan cara untuk membatasi campur tangan partai pada kekuasaan presiden. Dengan hak prerogatif ini, presiden bisa membuktikan dirinya sebagai milik rakyat, bukan milik partai, dengan menetapkan kebijakan sesuai arus terbesar aspirasi rakyat! Itu yang telah dibuktikan Jokowi di episode pembatalan calon Kapolri.
Untuk itu, bisa saja ke depan Jokowi akan menghadapi risiko-risiko khusus, seperti dipertanyakan kebijakannya (di-judment lewat hak interpelasi dan seterusnya bisa pemakzulan). Itu karena sudah “menjadi tradisi” di negeri ini, kekuasaan adalah tambang sumber daya bagi membesarkan dan menggemukkan partai-partai pengusung melalui distribusi kekuasaan di kabinet dan jalur lainnya.
Sehingga, ketika kekuasaan difokuskan untuk kepentingan dan aspirasi rakyat seperti dilakukan Jokowi, hal itu bisa dianggap menjadi anomali bagi kekuasaan!
Artinya, tarik-menarik antara kepentingan partai dan kepentingan rakyat ke depan bisa berlangsung semakin seru!
Lebih lagi ketika Jokowi bersandar pada pandangan publik yang oleh kelompok formalisme disebut “rakyat tak jelas”! Seperti, lebih mendengar saran Tim Independen yang tak berdasar keppres untuk tidak melantik BG, ketimbang Watimpres resmi yang menyarankan agar melantik.
Itu terjadi karena dalam sistem politik Indonesia, politikus yang dipilih oleh rakyat lebih berorientasi pada kepentingan partai ketimbang kepentingan rakyat! ***
0 komentar:
Posting Komentar