Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

MEA, Sertifikasi SDM Pariwisata!

SEBAGAI pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak 1 Januari 2015, sumber daya manusia (SDM) pariwisata harus memiliki sertifikat kompetensi di bidang tugasnya, terutama mereka yang bekerja di hotel dan restoran berbintang. Untuk standar pelayanan, kekurangan tenaga kompeten bisa diisi SDM negara tetangga yang bersertifikat kompeten. 

Untuk itu, dari 300 ribu SDM pariwisata di Indonesia, baru 9.000 orang yang punya sertifikat. Menurut Ketua PHRI Bali Tjokorda OAA Sukawati, hambatan untuk sertifikasi salah satunya biaya, berkisar Rp75 ribu—Rp750 ribu yang dihitung per item. Semakin tinggi jabatan seorang pekerja pariwisata, item sertifikasi semakin banyak. (Kompas.com, 31/1)

Mengatasi masalah biaya itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya menyatakan Kementerian Pariwisata akan membantu 20%. Dengan bantuan itu, ia targetkan pada 2019 sebanyak 250 ribu tenaga pariwisata tersertifikasi. 

Lambatnya sertifikasi tenaga pariwisata ini merupakan salah satu isyarat ketinggalan Indonesia dari negara tetangga, terutama Malaysia, Thailand, dan Singapura. Indonesia dengan kekayaan tujuan wisata berkelas dunia, seperti Bali, Jawa, dan daerah lainnya, tahun terakhir hanya dapat kunjungan turis 8 juta orang, jauh di bawah Malaysia yang mencapai lebih 20 juta turis! SDM pariwisata merupakan salah satu hal terpenting yang harus ditingkatkan mutu dan performanya untuk tak kalah terlalu jauh dalam persaingan sesama ASEAN! 

Jadi sertifikasi bukanlah sekadar mendapatkan selembar surat tanda kompeten, melainkan kompetensinya benar-benar jadi standar yang bisa diuji dalam skala global. Kita bisa saja berdalih kekalahan jumlah turis dari Malaysia dan Thailand karena promosi mereka di media global memang lebih baik. 

Tapi kita tak boleh lupa, promosi terbaik adalah pengalaman positif yang diperoleh setiap turis hingga bisa menjadi cerita baik sebagai oleh-oleh dari Indonesia di negerinya. Jadi, faktor-faktor dasar pariwisata secara umum harus prima. 

Dari faktor manusia dan pelayanannya, objeknya, fasilitasnya, infrastrukturnya, marketing dan promosinya, sampai dukungan travel dan penerbangan asing, harus disimak ulang dalam rangka MEA. Bukan takut kalah bersaing dari berbagai aspeknya, melainkan ciptakan keunggulan pada setiap dimensinya! 

Dengan itu, MEA bukan momok bagi pariwisata kita, tapi sebaliknya, sebuah oportunitas untuk meningkatkan peran pariwisata hingga memperbesar sumbangannya dalam peningkatan kesejahteraan bangsa! ***

0 komentar: