SINGAPURA merdeka dalam arti memisah diri dari Malaysia, 9 Agustus 1965. Tahun ini genap 50 tahun merdeka, Singapura berhasil menempatkan diri sebagai negara nomor satu di bidang kesehatan, nomor dua dalam pendidikan dan persepsi antikorupsi setelah Norwegia.
Hal itu tercapai berkat disiplin warganya yang sangat ketat dalam semangat budaya Kiasu yang berprinsip dasar tak boleh salah dan tak boleh kalah.
Budaya ini berasal dari suku Hokian, Tiongkok, yang dikembangkan lewat revolusi mental oleh Bapak Pendiri Singapura Merdeka Lee Kwan Yew. Dengan Hokian jadi mayoritas warga Singapura, budaya Kiasu berhasil menjadi semangat dasar rakyat Singapura untuk pantang menyerah karena takut kalah dalam persaingan global.
Dibanding gambaran kondisi Singapura sebelum merdeka seperti dalam film seri Serangoon Road, dengan disiplin Kiasu itu kini berubah drastis jadi kota ultramodern yang tertib dan sangat bersih. Tak ada lagi kampung kumuh seperti saat mereka merdeka.
Kini mayoritas dari 5,47 juta jiwa warganya tinggal di apartemen yang dibangun pemerintah sampai berlantai 60, di pulau seluas 714 km persegi, dengan bentangan barat-timur 43 km dan utara-selatan 23 km.
Warga Islam di Singapura cukup maju dengan standar kehidupan sosial dan pendidikan terjamin, direpresentasikan oleh Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS) sehingga semua kepentingannya terlayani baik oleh pemerintah secara berkeadilan dengan warga-warga lainnya. Iklan bisnis seluler lokal bahkan menampilkan senyum bocah Melayu pribumi yang ceria!
Meski warga keturunan Tiongkok 74% dari total penduduk, Singapura sebenarnya heterogen dengan Melayu 14%, India 9%, sisanya ras Asia lain, terutama Arab dan Eropa turunan bekas penjajah negeri itu.
Di Singapura terdapat 198.444 warga Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih pada Pemilu 2014.
Mayoritas buruh migran pembantu rumah tangga, dengan upah minimum terakhir yang ditetapkan KBRI 500 dolar Singapura per bulan—per dolar sekitar Rp9.300. Setiap kontrak kerja ditandatangani majikannya di KBRI. Jadi, beda dengan di negeri lain, TKI di sini lebih aman dan lebih nyaman bekerja.
Akibatnya, dari waktu ke waktu semakin banyak warga Indonesia yang terpikat hasil revolusi mental Kiasu dan memilih jadi warga negara Singapura, pada 2010 sebanyak 630 orang, 2011 jadi 740 orang, dan 2012 naik jadi 870 orang. (Berita-Satu.com, 20/2/2014). Gejala ini mungkin hanya bisa diatasi bila revolusi mental Jokowi lebih menarik dari Kiasu! ***
0 komentar:
Posting Komentar