PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) ingin segera menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) yang menjadi pekerja tumah tangga (PRT) ke luar negeri karena terkait erat dengan harga diri dan martabat bangsa.
"Saya memberikan target kepada Menteri Tenaga Kerja untuk membuatkan roadmap yang jelas dan kapan kita setop yang namanya pengiriman PRT.
Kita harus punya harga diri dan martabat!" tegas Jokowi dalam Munas II Partai Hanura, Jumat malam (Kompas.com, 14/2).
Saat ke Malaysia baru-baru ini ia dapati 2,3 juta warga Indonesia menjadi TKI dan 1,2 juta di antaranya ilegal. Dari jumlah itu, kata Jokowi, banyak kena masalah.
Saat di Malaysia, selain malu, Presiden mengaku sakit hati ketika membicarakan soal PRT dengan Malaysia. Ke depan, ia juga tekankan pentingnya mempersempit jurang kesenjangan antara si miskin dan si kaya. "Itu tugas berat, yang penting bukan hanya pertumbuhan ekonomi, melainkan pemerataannya," tegas Presiden.
Tapi, pemerataan itu tak mudah. Tekanan gerakan mahasiswa 1978 berhasil dalam membalikkan trilogi pembangunan dari stabilitas-pertumbuhan-pemerataan menjadi stabilitas-pemerataan-pertumbuhan. Namun, sampai Orde Baru jatuh 20 tahun kemudian, trilogi itu tetap cuma slogan, sedang ketimpangan sosial-ekonomi justru makin serius.
Selain itu, Jokowi juga menekankan pentingnya pemberantasan korupsi mengingat indeks persepsi korupsi Indonesia yang masih kalah dibandingkan negara-negara tetangga, terutama Singapura, Malaysia, dan Filipina. "Kelihatan kalau negara itu bersih dari korupsi, penduduknya juga makmur," ujarnya.
Pernyataan pentingnya pemberantasan korupsi di tengah keputusannya untuk konflik KPK-Polri sedang ditunggu itu sangat positif. Apalagi membandingkan indeks persepsi korupsi Indonesia yang jauh di bawah peringkat 100, dengan Singapura peringkat dua dunia, suatu sikap fair.
Betapa dengan kemakmuran Singapura tanpa korupsi itu, dewasa ini setiap hari setidaknya dua orang warga negara Indonesia beralih menjadi warga negara Singapura! Itu meningkat dari 2010 sebanyak 630 orang, 2011 jadi 740 orang, 2012 jadi 870 orang per tahun (Berita Satu.com, 20-2-2014).
Ideal nian gagasan Jokowi menghentikan pengiriman PRT dirangkai pemerataan dan pemberantasan korupsi! Penyelesaian konflik KPK-Polri yang berpihak pada gerakan antikorupsi bisa menjadi panduan langkah selanjutnya! ***
0 komentar:
Posting Komentar