PENGUATAN kurs mata uang dolar Amerika Serikat (AS) ternyata memukul produsen negerinya sendiri karena harga barang produksinya menjadi lebih mahal dengan mata uang negeri pengimpor. Akibatnya, penjualan menurun dan tak mencapai target.
Penguatan dolar AS terhadap mata uang utama dunia sepanjang 2014 mencapai 6%, sedangkan awal tahun ini telah mencapai 3%.
Salah satu yang terpukul itu Procter & Gamble (P&G), produsen ratusan merek terkenal dunia aneka barang, dari sampo Wella dan Pantene, baterai Duracell, sampai perabotan Braun, telah menyatakan niat melepas 100 merek miliknya. Penjualan itu untuk merampingkan portofolio perusahaannya setelah terpukul penguatan dolar AS. (Kompas.com, 22/2)
Chief Financial P&G John Mieller kepada analis Wall Street menyatakan penjualan merek itu akan mengurangi penjualan tahunan sekitar 14%. Tapi, penjualan portofolio itu mendatangkan pendapatan sampai 11 miliar dolar AS, seperti dikutip USA Today. Penjualan 100 portofolio akan rampung medio 2016.
Realitas pukulan penguatan dolar kepada produsen negerinya dan reaksi produsen sedemikian jelas mengejutkan.
Karena, itu bertentangan dengan gejala perbaikan ekonomi AS berkat penguatan dolar.
Kinerja ekonomi AS di berbagai sektor membaik sehingga pada kuartal IV 2014 pengangguran turun sampai ke 5,8%, jauh di bawah target 6,5%.
Indikator kinerja ekonomi secara umum yang cukup baik itu justru menimbulkan prediksi The Fed segera menaikkan suku bunga acuan, hingga menarik lebih besar lagi dolar dari luar pulang kampung mencari rente di tengah kepastian dan jaminan yang kuat di negeri sendiri.
Suku bunga acuan The Fed sejak krisis 2008 ditetapkan amat rendah, 0,25%.
Jika kebijakan suku bunga amat rendah The Fed diakhiri, meski suku bunga dinaikkan bertahap, dengan tingkat inflasi AS 2015 yang telah dikoreksi pada 1%, pertumbuhan ekonomi AS menjadi lebih baik, kurs dolar akan menguat dan harga produksi ekspornya juga semakin mahal di negeri orang.
Dari situ bisa dibaca arti langkah strategis P&G.
Gairah ekonomi AS itu akan menyedot dolar yang selama ini mampir di emerging ekonomi seperti Indonesia, untuk kembali ke negerinya. Nah, kalau P&G saja sudah mengantisipasi, apa persiapan emerging ekonomi seperti negeri kita menghadapi prediksi perubahan kebijakan suku bunga AS itu? Jangan sampai, tiba-tiba rontok seperti 1998 dan 2008! ***
0 komentar:
Posting Komentar