Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Akibat Euforia, Prioritas Bergeser!

AKIBAT euforia—luapan perasaan terlalu senang—orang bisa melakukan hal aneh-aneh sehingga lupa hal-hal yang telah ditetapkan sebagai prioritas sebelumnya! Gejala seperti itu, kalau kurang waspada, bisa saja terjadi pada orang-orang di “ring satu” kekuasaan Jokowi-JK! 

 Gejala yang harus diwaspadai itu antara lain euforia oleh turunnya harga BBM dunia sehingga ada anggaran ekstra lebih Rp100 triliun, digunakan bukan untuk hal yang dijanjikan prioritasnya! Melainkan, untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) di BUMN sebesar Rp74,9 triliun. (Kompas.com, 2/2) Padahal, PMN ke BUMN sebesar itu tak dijanjikan dalam kampanye!

Karena euforia, dana ekstra itu digunakan aneh, bukan untuk prioritas yang telah dijanjikan dalam kampanye, semisal penyempurnaan pelayanan Kartu Indonesia Sehat (KIS), program unggulan kampanye Jokowi! Realisasi KIS dengan BPJS di daerah sering kurang optimal karena fasilitas RSUD di mayoritas kabupaten masih perlu peningkatan. 

 Demikian pula dana untuk desa yang dalam kampanye dijanjikan Jokowi Rp1,4 miliar per desa per tahun, realisasinya tahun ini baru Rp200 juta sampai Rp300 juta per desa. Padahal, peningkatan dana desa itu—seperti halnya peningkatan fasilitas layanan BPJS—bisa dinikmati langsung oleh rakyat secara merata di seluruh Tanah Air! 

Tindakan akibat euforia bukan saja aneh, malah anomali! Karena langkah melupakan prioritas unggulan kampanye dengan curahan dana bergeser ke BUMN itu dilakukan justru ketika sumbangan dividen BUMN pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) merosot tajam pada APBNP 2015. 

Yakni, dari target PNBP pada APBN 2015 sebesar Rp410,4 triliun, jadi Rp281,1 triliun pada APBNP 2015, atau merosot Rp129,3 triliun! Aneh, menurunnya penerimaan dividen itu justru ketika semakin banyak BUMN go public sehingga penambahan modal BUMN seharusnya bukan dari dana PMN, melainkan dana dari publik! 

Penambahan PMN untuk meningkatkan pendapatan BUMN nantinya akan lebih dinikmati publik—atau dengan kata lain, keuntungan publik diupayakan oleh negara! Boleh-boleh saja begitu, tapi tidak dengan mengesampingkan kepentingan rakyat, seperti kepentingan meningkatkan fasilitas RSUD maupun dana desa! 

 Di sisi lain, memberi peran berlebihan BUMN bisa mendorong ekonomi negara menjurus etatis! Gejala ke sana kurang menguntungkan ekonomi masyarakat yang bisa terus tergerus perannya karena setiap sendinya dikuasai negara! ***

0 komentar: