PIDATO Bung Karno di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 30 September 1960 (To Build the World A New) mendesak reformasi PBB. "Layaklah pada saat ini untuk mempertimbangkan kedudukan PBB dalam hubungan dengan zaman pembangunan dan bangkitnya bangsa-bangsa hari ini," tegasnya.
"Nasib umat manusia tidak dapat lagi ditentukan beberapa bangsa besar dan kuat," tegas Bung Karno. "Juga kami bangsa-bangsa yang lebih muda, bangsa yang sedang bertunas, bangsa-bangsa yang lebih kecil, kami pun berhak bersuara dan suara itu pasti akan berkumandang di sepanjang zaman."
Bung Karno benar. Perjuangan untuk mereformasi PBB itu berkumandang lagi dalam pertemuan puncak peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika di Jakarta, Rabu (22/4).
Dan itu dikumandangkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo, yang tegas menyerukan reformasi di tubuh PBB, yang tidak berdaya mengatasi berbagai konflik. Bangsa Asia dan Afrika harus mendesak reformasi dalam tubuh PBB agar bisa mengatasi ketidakseimbangan global dan kekerasan global yang kini terus terjadi.
Joko Widodo meminta bangsa Asia-Afrika untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. "Kita tidak boleh berpaling dari penderitaan rakyat Palestina," ujarnya.
Kemerdekaan Palestina dihambat Israel, yang selalu dibela Inggris, Prancis, dan AS dalam posisi tiga negara adidaya itu sebagai pemegang hak veto di Dewan Keamanan (DK) PBB. Ketiga negara itu promotor kemerdekaan Israel tahun 1947.
Ketidakadilan DK PBB pada pemegang hak veto itu disebut Bung Karno dalam pidato di PBB. Ia tuturkan ketika Khurshchov (Presiden Uni Soviet) menjadi tamu di Indonesia. "Saya jelaskan padanya sejelas-jelasnya bahwa kami menyambut baik konferensi tingkat tertinggi yang kami harapkan berhasil, tetapi bahwa kami skeptis," ujar Bung Karno. "Empat negara besar itu saja (pemegang hak veto DK PBB waktu itu, AS, Inggris, Prancis, Soviet, red), tidak dapat menentukan masalah perang dan damai.
Lebih tepat, barangkali mereka mempunyai kekuatan untuk merusak perdamaian, tetapi mereka tidak mempunyai hak moral, baik secara sendirian maupun secara bersama-sama, untuk mencoba menentukan hari depan dunia."
Enam dekade realitas yang didobrak Bung Karno itu belum berubah, hingga Joko Widodo menyegarkan perjuangannya. Tapi, siapa bisa merebut palu hak veto DK PBB? Bung Karno saja memilih keluar dari PBB! ***
0 komentar:
Posting Komentar