Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Tol Sumatera Bukan Isapan Jempol!

HARI ini, 30 April 2015, Presiden Joko Widodo dijadwalkan meletakkan batu pertama pembangunan jalan tol trans-Sumatera ruas Bakauheni—Terbanggibesar. Upacaranya di Sabahbalau, Jatiagung, Lampung Selatan. Pembangunan jalan tol trans-Sumatera dipercepat karena oleh pemerintahan Joko Widodo dijadikan sebagai kompensasi atas penundaan pembangunan jembatan Selat Sunda (JSS)—yang sejak lama didamba warga Sumatera, terutama Lampung.

Pembangunan JSS ditunda bukan hanya karena biayanya yang terlalu besar, jembatan sepanjang 30 km itu ternyata setara jalan tol trans-Sumatera, tapi juga karena pemerintahan Joko Widodo menetapkan prioritas pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia, JSS jadi kurang selaras dengan prioritas itu. JSS berbiaya sekitar Rp200 triliun, sedangkan tol trans-Sumatera Bakauheni—Banda Aceh sepanjang 2.700 km. Kalau per km Rp70 miliar, biayanya sekitar Rp189 triliun. 

 Pelaksanaan groundbreaking hari ini juga kejutan karena sebelumnya sempat tersiar kabar diundur dengan alasan dana untuk proyeknya terkendala perubahan nomenklatur Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menjadi Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Pengukuran dan pembayaran ganti rugi lahan pun macet karena itu. 

Tapi, seiring berita dari Menteri BUMN Rini Sumarno ada kucuran dana 40 miliar dolar AS dari China Development Bank dan Industrial dan Commercial Bank of China kepada konsorsium BUMN Hutama Karya yang menggarap pembangunan jalan tol trans-Sumatera (Kompas.com, 25/4), pembangunan tol trans-Sumatera pun jadi nyata, bukan isapan jempol lagi. Peletakan batu pertama jalan tol langsung mengubah gambaran kemajuan kawasan Sumatera masa depan. 

Untuk Lampung, semisal kota baru, Jatiagung, yang sempat diterbengkalaikan karena lokasinya di tempat jin membuang anak, berbalik menjadi strategis karena berhampiran dengan lokasi upacara groundbreaking! Demikian pula Kawasan Industri Lampung (Kail) yang sebelumnya dibiarkan dengan jalan hancur jadi kubangan nantinya jadi dekat dengan jalan tol. 

Demi kemajuan daerah, diharapkan manajemen pelaksana pembangunan jalan tol dan para petugas lapangan bekerja profesional, terutama dalam menangani ganti rugi lahan warga agar warga senang mendukung kelancaran proyek. Di Lampung banyak contoh proses ganti rugi lahan warga untuk proyek dikorupsi oleh pelaksana hingga proyeknya terhambat. Hal seperti itu tak boleh terjadi pada proyek jalan tol trans-Sumatera! ***

0 komentar: