KOMPETISI sepak bola Indonesia Super League (ISL) dihentikan oleh surat Menpora ke kepolisian. Padahal, PS Semen Padang Kamis sudah di Lamongan untuk tanding lawan Persela, Sabtu (25/4). Juga Persija (Jakarta) hari yang sama dijadwal lawan Persipura di Jayapura, dan PSM (Makassar) Minggu (26/4) lawan Persegres United di Gresik, Jawa Timur.
Ketua Panitia Pertandingan Persipura Jayapura, Fachrudin Pasolo, menyatakan partai lanjutan ISL melawan Persija Jakarta terpaksa dibatalkan lantaran tidak dapat izin dari kepolisian. Dasar langkah polisi itu surat Menpora, Kamis (23/4), meminta polisi tidak memberi izin laga ISL karena PSSI telah dibekukan. (Kompas.com, 23/4)
ISL merupakan pemulihan ke kondisi normal, semua klub bersatu dalam satu wadah kompetisi, setelah sebelumnya kacau, terjadi dualisme Liga Super dan Liga Primer. Tapi kini kompetisinya kembali kacau akibat ditunda terus.
Seharusnya ada kesadaran krisis dalam pembekuan PSSI sehingga tim transisi yang mengisi kekosongan fungsi PSSI bisa langsung bekerja begitu pembekuan dilakukan! Penundaan yang berlarut kompetisi bisa menyulikan klub yang sebagian ngos-ngosan keuangannya.
Dukungan modal kepada klub sepak bola di Indonesia kebanyakan dari investor sukarela demi menjaga kebanggaan daerah dengan mempertahankan klub daerah mereka di liga primer (super).
Banyak daerah, seperti Lampung, kini tak punya investor yang mampu dan mau mengangkat klub daerahnya ke liga primer. Biaya rutin sebuah klub di luar belanja perlengkapan dan operasional kompetisi, sekitar Rp1 miliar per bulan. Dalam mengelola klub bola, di Indonesia belum bisa bicara untung. Bisa cukup untuk membiayai sampai akhir kompetisi saja sudah syukur. Sering, untuk kompetisi selanjutnya klub mencari investor baru, Kenyataan seperti itulah yang membuat PSSI tak merespons perintah BOPI untuk mengeluarkan Persebaya dan Arema dari kompetisi ISL dengan alasan pemilikan ganda. Investor baru mungkin dadakan harus mengatasi kebutuhan klub untuk siap kompetisi, proses akuisisi pemilikan klub yang secara hukum butuh waktu, ditunda dulu.
Di sisi lain, investor lama yang sudah menyerah tak mampu membiayai lagi, lazimnya mengikhlaskan manajemen baru berkiprah, yang penting klub tak tereliminasi dari liga primer! Tapi, justru soal inilah yang dijadikan alasan menegur dan membekukan PSSI. Sayang, meski demi profesionalisasi, ISL terganggu akibat penanganan krisis pembekuan PSSI tidak profesional! ***
Banyak daerah, seperti Lampung, kini tak punya investor yang mampu dan mau mengangkat klub daerahnya ke liga primer. Biaya rutin sebuah klub di luar belanja perlengkapan dan operasional kompetisi, sekitar Rp1 miliar per bulan. Dalam mengelola klub bola, di Indonesia belum bisa bicara untung. Bisa cukup untuk membiayai sampai akhir kompetisi saja sudah syukur. Sering, untuk kompetisi selanjutnya klub mencari investor baru, Kenyataan seperti itulah yang membuat PSSI tak merespons perintah BOPI untuk mengeluarkan Persebaya dan Arema dari kompetisi ISL dengan alasan pemilikan ganda. Investor baru mungkin dadakan harus mengatasi kebutuhan klub untuk siap kompetisi, proses akuisisi pemilikan klub yang secara hukum butuh waktu, ditunda dulu.
Di sisi lain, investor lama yang sudah menyerah tak mampu membiayai lagi, lazimnya mengikhlaskan manajemen baru berkiprah, yang penting klub tak tereliminasi dari liga primer! Tapi, justru soal inilah yang dijadikan alasan menegur dan membekukan PSSI. Sayang, meski demi profesionalisasi, ISL terganggu akibat penanganan krisis pembekuan PSSI tidak profesional! ***
0 komentar:
Posting Komentar