PERTUMBUHAN ekonomi Indonesia kuartal I 2015 melambat hingga 4,9%, menekan bisnis perbankan akibat likuiditas yang semakin ketat, ujar Kepala Ekonomi Bank Rakyat Indonesia (BRI) Anggito Abimanyu di Jakarta, Senin. (detik.com, 27/4)
"Dampaknya ke perbankan turunnya likuiditas bank umum di rekening BI dalam bentuk money market, mengalami penurunan cukup drastis, menunjukkan likuiditas semakin ketat," tegas Anggito. Ketatnya likuiditas di perbankan bisa mendorong bank-bank berebut dana pihak ketiga (DPK) untuk menjaga likuiditasnya. Dimungkinkan akan terjadi perang tarif bunga deposito untuk menarik uang masyarakat.
Ketatnya likuiditas juga terlihat pada hasil penarikan pajak, yang pada kuartal I 2015 hanya mampu menarik Rp170 triliun dari target tahun berjalan Rp1.200 triliun. Karena itu, menurut Anggito, pemerintah harus bekerja keras untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kerja keras diperlukan dalam penyerapan APBN karena hingga akhir April ini banyak dana pembangunan dari APBN belum cair akibat perubahan nomenklatur kementerian.
"Kalau rencana pemerintah tumbuh 7%, ada potensi DPK yang bisa ditabung perbankan sebesar Rp600 triliun," jelas Anggito. "Tapi melihat kondisi kuartal I 2015 tak ada perbaikan, maka potensi kenaikan DPK turun menjadi Rp484,9 triliun. Ini mengakibatkan kegiatan ekonomi turun, pendapatan masyarakat turun, dan menabung turun." Kata kunci untuk mempercepat kembali laju pertumbuhan ada pada daya serap anggaran. Kalau kapasitas daya serapnya di kalangan birokrasi tak meningkat signifikan, artinya tingkat kerja keras di kalangan pemerintah kurang menonjol, meski banjir anggaran pun pertumbuhan sulit jauh lebih tinggi dari tahun lalu.
Padahal, saatnya sudah kian dekat, akan cair dana berlimpah ruah. Pertama, dana subsidi BBM yang dialihgunakan untuk membangun infrastruktur sekitar Rp400 triliun. Lalu dana utangan lewat surat utang negara (SUN) di APBN sekitar Rp400 triliun juga. Kemudian terakhir komitmen kredit sebesar 50 miliar dolar AS atau sekitar Rp645 triliun (kurs Rp12.900/dolar AS) dari Tiongkok (China Develompment Bank dan Industrial and Commercial Bank of China) untuk jalan tol trans-Sumatera dan pembangkit listrik 35 ribu mw. Jadi, diperkirakan ada dana sekitar Rp1.500 triliun yang segera melimpah! Kalau daya serap baik, kondisi buruk kuartal I bisa diatasi kuartal-kuartal berikutnya! ***
"Kalau rencana pemerintah tumbuh 7%, ada potensi DPK yang bisa ditabung perbankan sebesar Rp600 triliun," jelas Anggito. "Tapi melihat kondisi kuartal I 2015 tak ada perbaikan, maka potensi kenaikan DPK turun menjadi Rp484,9 triliun. Ini mengakibatkan kegiatan ekonomi turun, pendapatan masyarakat turun, dan menabung turun." Kata kunci untuk mempercepat kembali laju pertumbuhan ada pada daya serap anggaran. Kalau kapasitas daya serapnya di kalangan birokrasi tak meningkat signifikan, artinya tingkat kerja keras di kalangan pemerintah kurang menonjol, meski banjir anggaran pun pertumbuhan sulit jauh lebih tinggi dari tahun lalu.
Padahal, saatnya sudah kian dekat, akan cair dana berlimpah ruah. Pertama, dana subsidi BBM yang dialihgunakan untuk membangun infrastruktur sekitar Rp400 triliun. Lalu dana utangan lewat surat utang negara (SUN) di APBN sekitar Rp400 triliun juga. Kemudian terakhir komitmen kredit sebesar 50 miliar dolar AS atau sekitar Rp645 triliun (kurs Rp12.900/dolar AS) dari Tiongkok (China Develompment Bank dan Industrial and Commercial Bank of China) untuk jalan tol trans-Sumatera dan pembangkit listrik 35 ribu mw. Jadi, diperkirakan ada dana sekitar Rp1.500 triliun yang segera melimpah! Kalau daya serap baik, kondisi buruk kuartal I bisa diatasi kuartal-kuartal berikutnya! ***
0 komentar:
Posting Komentar