KAKEK berbisik ke Cucu, "Apa Pasal 34 UUD 1945 sudah diamendemen, dari 'Fakir miskin dan anak telantar diurus negara', menjadi 'Pejabat teras diurus negara?’."
"Kakek pikun! Salah dengar!" tukas Cucu.
"Berita televisi, pejabat negara diberi tunjangan uang muka pembelian mobil Rp210 juta per orang!" jelas Kakek. "Itu kan menunjukkan prioritas urusan negara pada pejabat! Padahal prioritas perintah konstitusi kan fakir miskin dan anak telantar yang harus diurus negara! Pengalihan prioritas seperti itu lazimnya dilakukan lewat amendemen!"
"Kenyataannya Kek, kepentingan pejabat negara itu telah mengalahkan nasib fakir miskin dan anak telantar!" tegas Cucu. "Tunjangan uang muka mobil pejabat Rp210 juta itu sesuai Peraturan Presiden No. 89/2015, memenuhi permintaan Ketua DPR 5 Januari 2015 agar menaikkan dari Perpres No. 66/2010 senilai Rp116.500.000 menjadi Rp250 juta." (detiknews, 5/4)
"Kenapa perintah konstitusi agar fakir miskin dan anak telantar diurus negara tak kunjung dilaksanakan semestinya, para pejabat negara malah mendahulukan kepentingan pribadinya?" tanya Kakek.
"Seperti ketua DPR, malah mendahulukan usul kenaikan uang muka mobilnya daripada usul fakir miskin dan anak telantar diurus negara!"
"Mungkin karena sudah menjadi tradisi fakir miskin dan anak telantar diurus badan amal agama, seperti oleh amil zakat di setiap masjid! Para pejabat negara pun mengira mereka tak perlu memikirkan soal itu!" timpal Cucu.
"Konon lagi mereka tahu, di Kementerian Agama ada dana penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) nganggur Rp68,47 triliun, (CNN-Indonesia, 16/2) mungkin bisa dipakai amal agama mengurus fakir miskin itu!"
"Meski tidak eksplisit untuk fakir miskin, gagasan mengelola dana haji untuk rakyat yang membutuhkan ada dari Presiden Jokowi di depan pejabat Kemenag dan BUMN asuransi 16 Februari 2015 di Istana Bogor," timpal Kakek.
"Ia sarankan agar dana haji diinvestasikan dalam portofolio yang memberikan imbal hasil lebih besar ketimbang mengendap dalam bentuk deposito. Hasil investasi itu digunakan untuk mendanai kebutuhan rakyat!"
"Untuk mengomersialkan dana haji yang berisiko laba-rugi itu tentu harus tanya MUI dan lembaga keagamaan lainnya!" tegas Cucu.
"Tapi kalau fokus untuk fakir miskin dan anak telantar—yang nasibnya terus ditelantarkan dari perhatian negara itu—mungkin lebih baik daripada dana itu mengendap di deposito! Nasib fakir miskin dan anak telantar pun akan ada yang memperhatikan secara terlembaga!" ***
0 komentar:
Posting Komentar